RadityoSusiloAvatar border
TS
RadityoSusilo
[Travelista] Merbabu - Untuk Indonesia dari 3145MDPL

Documentary Video to Mt. Merbabu,
some moral thoughts about hiking
from the hikers spoken in Indonesian.
This video is made for 67th Indonesia Independence Day.

Jakarta-Semarang-Wekas-Merbabu-Sendang-Solo-Bandung-Jakarta

Untuk Indonesia dari 3145MDPL



23 Agustus pukul 06.00 WIB
Kami sudah berkumpul di bandara internasional Soekarno-Hatta untuk berangkat menuju Semarang, pada pukul 09.00 kami pun take off dari Jakarta dan tiba di Semarang pukul 10.00. Kami bersepuluh berniat mendaki Gunung Merbabu menggunakan jalur wekas yang berada di Kaponan, nah Kaponan itu sendiri berada dekat dengan kota Magelang, maka kami-pun dari bandara mencari bus terboyo (setelah bertanya-tanya kepada orang sekitar) untuk menuju tempat dimana kami bisa naik bus menuju Magelang.



Sekitar pukul 14.00 kami sudah tiba di kota Magelang, setelah beristirahat sejenak kami langsung naik mobil charter-an menuju Kaponan, setibanya di gapura awal menuju desa Wekas yang akan menjadi jalur pendakian kami, kami naik ojek untuk mencapai desa tersebut agar tidak menguras tenaga karena jarak yang cukup jauh dan medan yang lumayan menanjak, sesampainya di desa Wekas kami berniat untuk beristirahat terlebih dahulu dan melakukan pendakian besok pagi hari.



24 Agustus pukul 06.00
Setelah packing kami sarapan terlebih dahulu lalu melakukan pemanasan sebelum berangkat. Saat badan terasa sudah siap melakukan pendakian kami tidak melakukan doa bersama demi kelancarannya pendakian kali ini, Arief sang director video yang akan kami buat pun langsung mengambil gambar adegan ini dan selama perjalanan dia selalu siap kamera di tangannya untuk mengambil gambar jika ada momen yang dirasa bagus.



Medan awal langsung dihadang dengan medan yang menanjak dan memang jalur Wekas dikenal dengan tanjakannya yang dimulai dari awal sampai puncak. Pada awal perjalanan semua anggota masih dalam kondisi terbaiknya sehingga perjalanan lancar-lancar saja namun pada saat pertigaan kami sempat mengambil jalur yang salah sehingga harus kembali dan mendaki lagi melewati jalur yang benar.



Shelter pertama yang kami temui terdapat mata air sehingga kami beristirahat sejenak dan memakan snack sembari mengisi persediaan air, kami tiba di shelter tersebut sekitar pukul 11.00 dan melanjutkan perjalanan 20 menit kemudian.

Karena matahari sekarang sudah mulai tepat berada diatas kepala kita kondisi anggota pun mulai menurun dan beberapa kali berhenti terutama Ali yang mulai mengalami kram di kakinya. Dengan medan yang menanjak dan panasnya hari itu kami terus melanjutkan pendakian sampai pada di pertigaan Syarief dan di pertigaan tersebut gterdapat shelter kecil yang terbuka, karena jam sudah menunjukkan pukul 14.30 kami pun mengadakan ishoma.



Tepat pukul 15.30 kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Keteng Songo yang merupakan puncak tertinggi Gunung Merbabu 3145mdpl, perjalanan menuju puncak medannya pun cukup ekstrim kami harus melakukan sedikit bouldering (sedikit pemanjatan) karena tidak ada jalan lainnya, beberapa kali hampir terjadi kecelakaan karena medan yang ekstrim ini tetapi kami-pun berhasil mencapai puncak Keteng Songo pada pukul 17.00 dan kami bisa menikmati indahnya sunset di puncak tertinggi Gunung Merbabu tersebut.



Tersasar di Sendang
Kira-kira pukul 18.00 WIB, matahari telah terbenam, langit yang tadinya jingga merona telah membiru, dan semakin lama semakin menghitam. Indahnya panorama puncak Kenteng Songo harus segera kami tinggalkan, cahaya lampu kota di bawah sana yang awalnya samar semakin jelas, mengingatkan kami akan rencana awal kami : berkemah di dataran padang rumput Selo.



“Ah tenang saja, hanya sekitar setengah jam dari puncak Kenteng Songo kok!” kata seorang pendaki yang kami temui di jalur menuju puncak. Dengan mantap kami bersepuluh melanjutkan perjalanan kebawah, headlamp mulai kami pakai untuk berjaga-jaga di saat gelap datang.

Setengah jam kami berjalan, tidak ada tanda-tanda dataran lapang ataupun orang lain yang berkemah.Satu jam, gelap mulai menyelimuti, angin di punggungan gunung bertiup dengan kejam dan menusuk, tidak ada satu pun pohon yang melindungi kami. Hanya padang rumput menurun, dan cahaya headlamp kami adalah pemandu satu-satunya, keraguan mulai menghampiri.
Kami semakin ragu setelah hampir dua jam berjalan, kami tidak menemukan tanda apapun. Malam terlalu pekat untuk melihat jalur di depan, jalur menurun terlalu berbahaya di malam hari yang berawan tanpa bintang itu.

Tenda takkan mampu dibangun di tanah yang miring, maka kami terus dan terus berjalan dengan mengikuti petunjuk-petunjuk seadanya seperti bekas potongan di batang perdu, sampah plastik yang ada, dan petunjuk-petunjuk lain yang jauh dari jelas. Canda dan tawa kami tadi siang seketika lenyap digantikan suara angin dan langkah kaki kami.

Akhirnya kami memutuskan untuk membuat tim advance yang akan mencari jalur, terdiri dari 3 orang yaitu Adhis, Tyo dan Rama. Sekitar satu jam kami menunggu di tempat kami berpisah dengan tim advance dengan penuh harap, angin dingin menusuk kami lalu terdengar panggilan mereka dari kejauhan, kami pun memberi kode dengan headlamp dan membalas panggilan mereka.

Mereka kembali dengan kabar yang cukup melegakan, namun tidak sesuai harapan kami, mereka menemukan jalur yang jelas, namun entah jalur itu menuju kemana. Kami memutuskan untuk memasak beberapa bekal makanan dan minuman hangat kami untuk sekedar memulihkan tenaga untuk perjalanan kami yang pastinya masih panjang.

Kami berjalan cukup lama, hingga waktu menunjukkan pukul 23.00 dan akhirnya menemukan dataran yang cukup lapang, namun jauh dari kata “pantas” untuk mendirikan tenda, banyak semak berduri dan tanahnya miring berbatu. Kami terlalu lelah dan akhirnya memutuskan mengistirahatkan sendi-sendi kami disana, dan bersiap untuk esok hari.

Kira kira pukul 06.00 WIB kami terbangun, beberapa rangka tenda kami sudah berantakan karena angin bertiup sangat kencang semalaman, saat kami membuka tenda kami untuk melihat keadaan sekitar, mata kami terbelalak sambil terkagum-kagum melihat indahnya pemandangan, ternyata semalam tadi kami berjalan menghadap indahnya puncak Gunung Merapi. Awan-awan berkumpul di sekitar puncak Merapi, dan berada dibawah horizon kami, membuat kami merasa berada di negri di atas awan.



Setelah menikmati “lukisan” tersebut, kami memutuskan untuk memasak sisa makanan kami yang masih banyak, canda tawa kami kembali seketika bersama makanan-makanan lezat yang kami santap ditemani pemandangan yang sangat indah itu, seakan kelelahan semalam menguap dan terlupakan begitu saja. Usai sarapan yang melegakan itu, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju ke bawah.

Kami pun memanjatkan doa bersama-sama, lalu memulai perjalanan yang agaknya akan lebih baik dari semalam. Ternyata benar, jalur yang kami lalui memang jalur yang dibuat dan jalur aman, di punggungan gunung lain kami melihat asap dan berspekulasi “oh disitu toh camp selo yang sebenarnya”. Petunjuk dan tanda-tanda semakin jelas, kami menemukan pipa air di jalur kami. yang pasti mengarah ke sebuah tempat yang benar.



Beberapa jam kemudian kami melihat ladang bawang dan selada air milik warga dari kejauhan, langkah kami makin mantap sampai akhirnya kami bertemu seorang wanita sedang mengurusi ladangnya, dan kami pun bertanya “permisi ibu, numpang tanya ini jalur selo bukan ya?” beliau menjawab dengan aksen khas jawa “bukan mas, dibawah itu desa saya, Desa Sendang, kalau selo disana.” sambil menunjuk ke arah punggungan gunung yang sangat jauh dari kami.

Kami pun melanjutkan perjalanan di jalan yang kering dan berdebu itu, dari kejauhan sudah terdengar irama musik dangdut dibawah sana, lalu kami bertemu dua orang lelaki paruh baya yang sedang merokok di dekat ladang selada, “ini dibawah sudah desa, paling dua menit sampai mas” jawab mereka setelah kami bertanya. Sekitar 30 menit kami belum kunjung sampai, kami hanya saling bertukar pandangan lalu tertawa mengingat perkataan dua orang tadi dan bergurau “dua menit sudah desa!”



Akhirnya, jalur yang kami lalui berujung di belakang rumah warga desa yang sedang berkumpul di hari yang cerah sambil mendengarkan musik dangdut, seorang pria menawarkan kami untuk mampir minum teh namun kami menolak dengan sopan, dan bertanya kemana arah menuju tempat pemberhentian angkutan umum ke kota. “Lewat sana mas, ikuti saja jalan ini” kami pun berterima kasih dan melalui jalan menurun yang cukup curam dan berbatu di desa itu.



Sampailah kami pada Desa Sendang yang sepertinya bukan jalur bagi pendaki, kami terus menyusuri jalan hingga ke jalan raya magelang.

0
11.1K
85
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Catatan Perjalanan OANC
Catatan Perjalanan OANCKASKUS Official
1.9KThread1.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.