• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • DI BUTUHKAN BANTUAN DARI AGAN2 SKALIAN... TERUTAMA YANG NGERTI HUKUM!!

dokterx008Avatar border
TS
dokterx008
DI BUTUHKAN BANTUAN DARI AGAN2 SKALIAN... TERUTAMA YANG NGERTI HUKUM!!
Ramzil Korban Permainan Kasus Narkoba

Jalan hidup lurus dan berprilaku baik-baik tidak menjamin diri selamat dari jeruji pesakitan. Ramzil, seorang alumnus Universitas Negeri Jakarta, mantan aktivis dakwah kampus, dan pegiat kegiatan kerohanian, terpaksa mendekam dalam sel, ia dituduh pemilik sepaket ganja kering. Hari itu, Kamis (21/2), cuaca cerah menyelimuti kawasan Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Cerahnya hari tidak serta merta membuat gembira orang-orang yang sudah sejak pagi hingga jelang petang, mengantri memasuki kawasan Rutan.

Deretan bangku beberapa dipenuhi para pembesuk yang menunggu giliran untuk diperbolehkan menjenguk orang-orang kenalan yang tengah mendiami Rutan. Hingga pukul 11.00 Wib, nomor antrian sudah mendekati angka 70-an, tampak wajah-wajah gundah mewakili raut para pembesuk.

Saat itu waktu besuk sesi pagi hanya tersisa satu jam. Untuk memasuki dan diperbolehkan bertemu dengan para penghuni Rutan, para pengunjung terlebih dulu mengurus kartu masuk dengan melampirkan kartu identitas penduduk.

Setelah menunggu beberapa waktu, para pengunjung satu persatu dipanggil petugas, diantar menuju bagian pemeriksaan dan penitipan barang. Di sela kesibukan tersebut, ada yang membetot perhatian pengunjung, kemunculan Nazaruddin, tersangka kasus korupsi Kemenpora.

Ia masih terlihat kelimis, bersih, tampak terawat meski telah bercampur baur dengan banyak orang yang notabene berasal dari golongan bawah, penjahat kriminal, gembong narkoba, dan lainnya. Nazaruddin masih enerjik, tidak loyo, ciri orang gedean masih menampak lekat. Mobil tahanan lekas membawa pergi Nazar, kepergiannya tercatat di papan informasi kolom keluar dengan keterangan; pemanggilan KPK.

Beda Nazar, beda Ramzil. Perjaka lulusan sarjana tahun 2010 ini memang tampak bersih, tapi pucat, bibirnya tak bewarna, di bawah mata yang terhalang kaca mata, terlihat pula duka yang tengah merundung.

Meski begitu, Ramzil tetap mencoba tampil dengan segala ketenangan, sisa tenaga dan keyakinannya. Sudah sekitar tiga bulan lebih ia merasakan dingin lantai penjara, dan terhitung sejak Januari lalu ia mendiami sel Rutan Cipinang ini. Siang itu ia datang menghampiri meja di ruang jenguk dengan seragam rompi kuning bertuliskan tahanan. Tubuhnya lebih kurus, bicaranya agak cepat-cepat dan perlahan, tapi ia masih seperti dulu, berpenampilan sederhana dengan penutup kepala bahan yang biasa dipakainya untuk sholat.

Pada kesempatan itu ia menjelaskan perihal musabab yang menimpa dirinya hingga mendekam di dalam sel dan harus menjalani persidangan dengan tuduhan kepemilikan sepaket ganja kering. Sebelumnya, ia menegaskan apa-apa yang ia tulisan yang hendak dijadikan pembelaan di muka hakim, semuanya adalah benar, dibuat dengan kesadaran dan kejujuran.

Ia telah menuangkan kesaksiannya itu di lembar kertas folio, ia persiapkan untuk pembelaan diri, namun hingga persidangan yang memasuki pekan ketiga, ia belum berani dan tidak ada kesempatan. Ramzil menuliskan pembelaan tersebut dengan diselimuti rasa takut, ia tidak diperbolehkan membawa alat tulis, hingga ia mencuri kesempatan menuliskannya saat persidangan akan berlangsung.

Dalam kesaksian tersebut, Ramzil menceritakan, bahwa dirinya telah masuk perangkap keji yang dibuat oleh aparat Kepolisian. Ramzil selama ini dikenal kental dengan wawasan agama, tidak terdapat cacat dalam pergaulan, merupakan sosok yang asing untuk mengenal barang-barang narkoba, termasuk ganja, bahkan ia sendiri bukanlah perokok.

Perangkap yang kelak menjebloskan Ramzil ke sel Polsek Kebayoran, Jakarta Selatan itu bermula sewaktu dirinya ikut aktif menjadi relawan di PKPU, lembaga masyarakat yang bergerak di bidang kesejahteraan. Ketika itu bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul Adha, Ramzil membantu kegiatan PKPU yang akan menyediakan ternak qurban bagi masyarakat.

Selama berlangsung kegiatan kemasyarakatan tersebutlah Ramzil berkenalan dengan pria bernama Ari, yang diketahui Ramzil sama-sama bertugas di kantor PKPU, Condet, Jakarta Timur. Pasca kegiatan, Ari menawari Ramzil pekerjaan, pada saat itu Ramzil masih berstatus pengangguran.

Ari menyodorkan pekerjaan mendatangkan dumtruk untuk tanah dalam rangka pengerjaan sebuah proyek dari PT Adhi Karya. Untuk pekerjaan tersebut, Ramzil diberi iming-iming komisi Rp. 500 ribu/ buah dum truk, Ramzil diminta mencari sebanyak 50 buah. Ia sepakat dan segera melaksanakan permintaan Ari.

Ramzil pun tak sabar menerima komisi dari Ari. Ia seperti secepat kilat mendatangkan dumtruk yang dipesan Ari, lantas ia menyerahkan, namun sayang Ramzil harus menunggu beberapa waktu lagi untuk mendapatkan komisi tersebut.

Tak hanya itu, ketika Ramzil kembali bertemu Ari, terdapat permintaan baru yang amat aneh dari rekanan tersebut. Ari meminta Ramzil mencarikan paket ganja yang diakuinya sebagai permintaan atasan, kalau tidak, komisi Ramzil akan hangus.

Kemunculan permintaan aneh ini membuat Ramzil bingung, apalagi saat Ari mendesaknya dengan berbagai ancaman. Ancaman paling menakutkan Ramzil adalah ketika Ari mengatakan mengetahui seluruh keberadaan keluarganya, dan mengancam akan melakukan hal buruk bila Ramzil tidak mematuhi.

Pria bernama lengkap Ramzil Majdi inipun gamang dengan kekurangajaran dan ketidakwajaran Ari, karena itu ia tak mampu berbuat apa-apa selain hanya mendengarkan saja. Kemudian Ari berpesan kepada Ramzil, bahwa ia akan mengirimkan uang ke rekening untuk membeli ganja yang katanya mudah dicari di Kampus BSI Bekasi.

Sampai pada tanggal 07 November 2012, Ramzil masih tak ingin menghiraukan permintaan Ari. Namun pada saat itulah ia diminta datang ke Restoran D’Cost, Blok M untuk mencairkan komisi dan menyerahkan paket ganja.

Pada mulanya Ramzil bersikukuh tidak melaksanakan permintaan yang seakan berubah menjadi perintah dari Ari itu. Ramzil datang melenggang tanpa paketan ganja yang ia sendiri tak pernah mengenal apalagi mengonsumsi narkoba tersebut.

Kembali sikap Ari di luar nalar, ketika bertemu Ramzil di tempat yang sudah dijanjikan, pertama-tama Ari justru bertanya paketan ganja, bukan mengurusi pencairan komisi Ramzil. Terlebih setelah Ramzil menerangkan bahwa ia tidak membawa paketan ganja yang diminta, Ari menunjukan murka dengan memaksa Ramzil mencarinya lekas.

Ari dengan cepat pula merampas tas Ramzil. Ari menyandera tas Ramzil dan memaksa Ramzil pada saat itu juga pergi ke Kampus BSI Bekasi, di mana katanya Ramzil dapat menemukan paketan ganja dengan mudah, Ramzil diminta menggunakan uang yang lebih dulu disetorkan Ari ke rekening bank.

Terbayang oleh Ramzil posisinya kini di tepi jurang. Ia membayangkan keselamatan dirinya dan keluarga, segala harapan yang semula ditanamnya sewaktu menerima pekerjaan dari Ari, semuanya sirna seketika, tapi tak ada pilihan buatnya, ia harus mencari dan menyerahkan paketan ganja.

Beberapa waktu berselang, Ramzil membawakan bungkusan rokok yang isinya ia tak buka sama sekali. Bungkusan rokok tersebut ia dapatkan dari seorang mahasiswa BSI Bekasi bernama Ade Ahmad, lantas ia menyerahkannya kepada Ari yang menunggunya di tempat semula bertemu.

Lagi-lagi Ari menampakan amarah. Ramzil kena damprat karena hanya menyerahkan paketan ganja yang mungkin dinilai Ari sangat sedikit, tidak senilai dengan uang yang diserahkan. Tapi Ramzil merasa ia tak mengerti urusan transaksi narkoba ini, ia tak mengetahui jenis paketan dan besarannya.

Belum lagi kebingungan dan ketakutan Ramzil mereda, ia sudah didatangi oleh dua orang pria yang mengaku Tim Buru Sergap (BuSer), apalagi Ari yang ada di hadapannya mengeluarkan dan menyorongkan moncong pistol kepadanya. Dalam keadaan tak terkendali itulah Ramzil dibawa paksa keluar gedung.

Di halaman gedung, tepatnya sebuah taman, Ramzil seketika menerima berkali-kali bogem mentah dari orang-orang yang membawa paksa dirinya. Sedangkan Ari sesaat itu pula pergi menghilang bersama tas milik Ramzil yang masih disandera.

Kejadian sekitar tiga bulan lalu itulah yang berbuntut mendekamnya Ramzil dengan status titipan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di Rutan Cipinang. Wajar bila kelak terdapat kegeraman pada diri Ramzil, tapi saat ini ia lebih ingin menampakan ketenangan meski dengan upaya keras menutupi segenap kerapuhan. Ia kecewa namun tanpa daya.

Bibirnya gemetaran bila mengingat keadaan keluarganya; perannya sebagai anak sulung, orang tuanya yang hanya hidup dari tunjangan pensiun, dan bayang-bayang sanksi hokum yang di depan mata. Dengan suara lirih, ia meluncurkan kalimat pesimis akan kebenaran yang kelak bisa tegak.

Ia mengakui sulit untuk berkelit di muka persidangan. Walau mungkin ia berani sumpah dengan darah sekalipun, tampaknya sukar bagi persidangan untuk memihak, terlebih hingga saat ini dirinya tidak didampingi oleh kuasa hukum, keluarganya tidak mampu membiayai pengacara manapun.

Keadaan ini menjungkirkan dunia Ramzil. Ia telah terbiasa bersikap halus, bertutur lembut, kehangatan keluarga yang membinanya dengan nuansa islami di mana sang Ayah sendiri merupakan guru mengaji, semua berganti dengan kebiasaan penjara yang keras, dan mungkin penuh kekerasan.

Satu-satunya cara Ramzil berharap agar apapun yang terjadi bisa dijalani dengan ringan adalah dengan mempertahankan karakternya, ia tak ingin moral dan pikirannya merosot. Maka sepanjang penyidikan hingga persidangan, ia selalu menuruti permintaan dan petunjuk untuk tampil sopan dan tidak menentang dakwaan.

sumber lebih lanjut disini : https://m.facebook.com/note.php?note_id=10151249118736326
0
2.2K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.