victim.of.gip99Avatar border
TS
victim.of.gip99
Banyak Media Hilang Kecerdasan (@Diskusi Jakarta Tanpa Ahok)


PEREMPUAN lebih separuh baya itu bernama Ibu Nur. Usianya hampir 70 tahun. Meski secara fisik nampak sudah tua, semangatnya luar biasa. Dia hadir pada acara diskusi publik bertajuk, Jakarta Tanpa Ahok, yang digelar Mustika Institute - hari Jumát (11/3/16) di Pempek Kita – Tebet Timur – Jakarta Selatan.

Tak hanya Bu Nur yang hadir dalam diskusi kita. Ada beberapa perempuan lain, di antaranya Ratna Sarumpaet dan Memei – gadis belia keturunan Tionghoa. Dari 12 penanya dalam diskusi yang menghadirkan Syahganda Nainggolan – pemerhati politik, M. Yamin – aktivis PDIP / Seknas Jokowi – JK, Habiburrokhman – Gerindra, dan Geisz Chalifah – aktivis kemasyarakatan Jakarta. Diskusi dipandu Abdul Malik – aktivis PAN (Partai Amanat Nasional). Nampak juga Joko Edy dan beberapa kalangan Masyarakat Tanpa Parpol.

Diskusi yang berlangsung selama tiga jam, sejak pukul 14.00 wib itu menarik untuk disimak, baik oleh mereka yang pro ataupun kontra Ahok. Pandangan yang mengemuka, obyektif, fokus, dan tidak terdikotomi oleh paradoks dan pengelompokan invisible hand yang berkembang selama ini di media sosial. Geisz Chalifah, aktivis yang selama ini berfikir lurus dan berpandangan obyektif, misalnya.

Ketika Jokowi terpilih sebagai Presiden, Geisz salah seorang yang terbuka (melalui facebook, antara lain) mengemukakan kesepahaman, Ahok pantas menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dia melihat, Ahok punya hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya dalam hal memimpin, sesuai dengan isyarat Undang Undang. Tak terkecuali Undang Undang tentang Ibukota Jakarta.

Belakangan, setelah mencermati sikap Ahok dalam menyikapi warga Jakarta, khasnya Rakyat, termasuk wawancara khas Ahok dengan Aiman – Kompas TV, Geisz langsung balik kanan. Ia tidak sependapat dengan fikiran, sikap, dan tindakan Ahok. Di mata Geisz, Ahok bukan pemimpin. “Ahok bukan pemimpin dan tidak layak memimpin Jakarta,”ujar Geisz.


Pandangan yang mirip, mengemuka dari M. Yamin, yang ketika Jokowi – Ahok maju dalam Pilkada DKI 2012, berada dalam barisan pendukung. “Kita perlu pemimpin yang mampu mengubah dan mengelola strukstur sosial rakyat. Ahok bukan tipe pemimpin semacam itu,”kata Yamin.

Dalam konteks global, Syahganda memberi gambaran tentang pisisi Ahok dalam keseluruhan konstelasi sebagai moncong bagi penguatan Tiongkok dalam konteks politik di Asia Tenggara, sesudah Tiongkok menguasai sektor ekonomi. Secara sosiologi politik, Ahok akan memperoleh dukungan dari kaumnya, secara global, dan akan mendapatkan dukunganat any cost.

Tentu, dukungan itu, seperti kata Memey, tidak gratis. Dia melihat keseluruhan konteks Ahok dalam satu tarikan nafas dengan kepentingan Jokowi, sebagai pintu masuk dominasi kekuatan Tiongkok dalam ekonomi dan politik. Hengkangnya sejumlah investor Jepang dari Indonesia, dalam pandangan Memey, reaksi kongkret pengusaha Jepang atas ‘pemanjaan’ yang diberikan pemerintah Indonesia – Jokowi – JK – terhadap pemerintah Tiongkok. Dalam konteks Jakarta, Memey melihat berbagai aksi yang dilakukan Ahok, memberi aksentuasi terhadap hal itu.

Dia memberi ilustrasi sederhana. Ahok memerlukan kekuatan TNI dan Polisi untuk membereskan Kalijodo, yang diperuntukkan bagi Ruang Terbuka Hijau (RTH). “Tapi, apakah nanti, RTH Kalijodo seperti yang diomongkan Ahok selama ini?” Belum tentu.

Banyak hal yang dilakukan Ahok sejak menjabat Gubernur yang bertentangan dengan undang-undang, termasuk Undang-Undang tentang DKI Jakarta, ungkap Habiburrokhman. Sikap semena-mena Ahok menghadapi seorang ibu yang mempersoalkan status tanahnya, pernyataan kebencian yang dikemukakan melalui media, dan berbagai hal lagi menunjukkan dia bukan orang baik yang diperlukan Jakarta.

Termasuk, diskriminasi yang dilakukannya terhadap warga Jakarta, ungkap Ratna Sarumpaet. Dengan nada yang tenang dan tidak meletup-letup, Ratna mengungkapkan, sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta, Ahok tak mencerminkan dirinya sebagai pemimpin yang beradab.

Bu Nur menggelegak, ketika menyatakan, watak dan sikap kepemimpinan Ahok sungguh tidak beradab, dan pasti dia bukan orang baik. Bagaimana orang yang mulutnya sama dengan toilet, bisa dikatakan sebagai orang baik?

“Kita memerlukan pemimpin yang baik dan berakhlak, dan tidak memakan uang rakyat,”ungkap Bu Nur. Dengan nada tinggi, nenek satu ini, menggelegak. “Ingatkan TNI dan Polisi agar tetap menjaga kredibilitas mereka sebagai alat negara, bukan alat kekuasaan,”ujarnya.

Bu Nur juga mengingatkan ihwal Nasionalisme dan Pancasila sebagai basis perjuangan TNI dan Polri, sehingga jangan sampai dijadikan hanya sekadar sebagai alat kekuasaan oleh Ahok. Seorang ibu lain mengingatkan, Ahok mengabaikan janji kampanye tentang membangun kehidupan DKI Jakarta yang berbudaya dan beradab.

Dia menyitir apa yang dikemukakan Geisz,Jakarta Tanpa Ahok harus diwujudkan, untuk menjaga dimensi pendidikan akhlak di dalam rumah tangga. Terutama, karena pernyataan-pernyataan kasar dan tak beradab Ahok, dihantarkan ke dalam keluarga kita, tanpa salam melalui siaran televisi.

Geisz mengeritik tajam sejumlah media, termasuk media mainstream, yang hilang kecerdasan dalam membesar-besarkan Ahok. Sikap media yang semacam itu, dalam pandang Memey, karena media sudah berada di tangan pemodal besar yang selama ini mem-back-upAhok.

Para penanggap dalam diskusi ini mengingatkan, Ahok sebenarnya bukan pemberani. Dalam semua masalah yang mengemuka dan menimbulkan konflik, Ahok tak pernah menghadapi langsung. Dia menggunakan aparatus-nya, termasuk polisi dan TNI untuk menghadapi rakyat. “Ini tidak boleh dibiarkan,”ungkap ibu lain yang berbicara lantang.

Lantas, apa yang harus dilakukan menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017? “Setop bicara tentang Ahok,” ujar aktivis Masyarakat Bukan Anggota Parpol. “Kita fokus. Turun ke lapangan, tak perlu pakai media sosial apalagi media mainstream. Langsung ketemu masyarakat. Jelaskan kepada rakyat, situasi dan kondisi yang nyata,” ungkapnya.

Warga Jakarta harus diberi pengetahuan yang cukup tentang hal yang sebenarnya. Termasuk alasan utama, mengapa Jakarta tak perlu Ahok? Tak perlu pakai pendekatan etnis dan agama, karena kita berjuang untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Rakyat harus dibangunkan kesadarannya, telah dipecah-pecah dan dihadapkan pada friksi dan konflik yang tidak perlu.

Akhir Diskusi, diperoleh kesimpulan, seperti yang disampaikan Abdul Malik: Gerakan advokasi terhadap rakyat yang tertindas dan didiskriminasi Ahok, harus dilakukan lebih intensif. Intensifkan gerakan aksi yang sudah berlangsung, dengan satu sasaran : Jakarta Tanpa Ahok. Kontrol seluruh aksi yang dilakukan KPUD, mengingat akan terjadi juga diskriminasi tentang sosialisasi dan kampanye antara petahana dengan penantangnya.

Diskusi juga berkesimpulan, perlu digerakkan pelaksanaan survey, termasuk mengawasi dan kritik atas survey yang dilakukan sejumlah lembaga survey pro Ahok. Baik terkait dengan metodologi yang mereka pergunakan, maupun instrumen survey (termasuk kuesioner).

Setiap pemimpin di kantung-kantung pergerakan, khasnya di level RT dan RW, bersikap lebih pro aktif. “Kita tidak punya dana yang setara dengan dana para penyokong Ahok, tapi kita yakin, masih punya tanggungjawab untuk menyelamatkan Jakarta,”ujar seorang peserta diskusi.

Di luar diskusi resmi, berkembang pemikiran menarik, yaitu tentang kebutuhan dasar warga Jakarta 2017 – 2022, terutama di lapisan menengah – bawah. Dukungan atas calon penantang Ahok di Pilkada 2017, harus berbasis program konkret. Konstituen tak boleh jadi buih yang mudah diombang-ambingkan oleh jebakan fantasi kalangan penyokong Ahok.| JM Fadhillah

Editor : sem haesy


http://akarpadinews.com/read/polhuka...ang-kecerdasan
Diubah oleh victim.of.gip99 13-03-2016 10:33
0
15.1K
228
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.9KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.