- Beranda
- Berita dan Politik
Mengaku Sulit Digulingkan, Fahri: Saya Ikut Buat Aturannya di UU MD3
...
TS
hadji.lulungan
Mengaku Sulit Digulingkan, Fahri: Saya Ikut Buat Aturannya di UU MD3
Quote:
Rabu 20 Apr 2016, 00:02 WIB
Mengaku Sulit Digulingkan, Fahri: Saya Ikut Buat Aturannya di UU MD3
Elza Astari Retaduari - detikNews
Foto: Ilustrasi oleh Andhika Akbarayansyah
Jakarta - Fahri Hamzah tetap bersikeras menyatakan PKS tak bisa melengserkan dia dari posisi Wakil Ketua DPR begitu saja. Sebab menurutnya, ia ikut saat merumuskan aturan soal penetapan maupun pemberhentian pimpinan DPR.
Aturan tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Dalam UU tersebut, aturan mengenai pimpinan DPR yang diberhentikan ada di Pasal 87 yang menyebutkan bahwa pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
Pasal 87 ayat (4) UU MD3 tersebut menjelaskan, pengganti pimpinan DPR akan berasal dari fraksi partai yang sama. Namun tampaknya Fahri punya pendapat lain soal ini. Menurutnya meski sudah dipecat dari PKS dan fraksi juga telah meminta menggantinya dengan Ledia Henifa, itu tidak bisa dilakukan sebab Fahri sedang melayangkan gugatan soal keputusan pemecatannya dari PKS.
"Masalahnya ada gugatan. Bacalah UU MD3 secara baik, baca UU Parpol secara baik. Begitu ada gugatan proses berhenti. Karena keanggotannya digugat maka status di pimpinan juga tidak bisa diganggu. Itu UU nya bunyinya gitu," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/2/2016).
"Kalau mau lebih serius, baca perdebatannya. Bahkan UU ini termasuk saya ikut membuat. Jadi di dalam perdebatan soal paket bersifat tetap itu, dia tidak bisa diganggu gugat sampai dia ada ketentuan hukum yang bersifat tetap," sambungnya berdalih.
Bunyi dari Pasal 87 (4) UU MD3 sendiri adalah: Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.
"(Tidak bisa seperti itu) karena digugat. Kenapa saya digantikan? Karena dipecat. Pecatannya digugat. Kan selesai (prosesnya). Saya itu ikut membuat UU ini jadi saya mengerti juga perdebatan di belakangnya. Bahwa posisi pimpinan kuat ya," tegas Fahri.
"Karena negara pun kalau menghukum dia, itu mesti inkrah dan dihukumnya di atas 5 tahun. Itu negara lho. Apalagi parpol, lebih berlapis lagi," imbuh dia.
Soal aturan berlapis itu, menurut Fahri, parpol harus mengikuti proses hukum yang berlaku. Kemudian juga jika putusan pengadilan sudah keluar, pemberhentian disebutnya harus melewati mekanisme rapat Paripurna di DPR.
"Mesti izin paripurna dulu. Jadi lebih rumit. Ada 3 ketentuan pimpinan diganti, satu dicabut nyawanya oleh Tuhan, nggak bisa nego kalau ini, kedua negara mengatakan orang ini dihukum tapi sampai inkrah dulu dan hukumannya di atas 5 tahun," beber Fahri.
"Ketiga diberhentikan, salah satu alasannya itu dan semua alasannya itu lebih rumit. Diberhentikan oleh partai, digugat maka stop (proses pemberhentiannya). Itupun setelah inkrah, dia harus masuk lagi ke paripurna. Rapim dulu, bamus, habis itu paripurna," tambahnya.
Fahri pun mengklaim, meski keputusan sudah berkekuatan tetap, ia masih bisa punya kesempatan untuk selamat melalui rapat paripurna. Sebab menurutnya bisa saja paripurna tidak mengizinkan proses pemberhentian dia.
"Saya bisa minta waktu menjelaskan pada anggota. Mengapa saya mesti dijatuhkan? Rumit. Memang demokrasi begitu. Di mana ada tengger suara rakyat di dalamnya, jabatan itu jadi tidak mudah dijatuhkan. Karena ada mandat rakyat di dalamnya," tutur Fahri.
"Apalagi sistem pemilihannya proporsional terbuka. Di mana pilihan rakyat langsung pada individu. Sehingga kewenangan partai menjadi 'negara mengurangi kewenangan partai'," sebutnya melengkapi.
Fahri lalu memberi contoh, jika seorang kepala daerah dicalonkan oleh parpol, maka ketika orang tersebut diminta mundur oleh partai pengusungnya, itu tidak lah bisa dilakukan. Contoh ini dinilai Fahri sama dengan yang terjadi pada dirinya.
"Dalam hal saya, yang mencalonkan koalisi, yang memilih anggota DPR, itu kan rumit prosesnya. Setiap proses penaruhan jabatan, yang prosesnya melalui pemilihan rumit, dijatuhkannya rumit. Itu sudah hukum di dalam demokrasi prosedural," tukas Fahri.
Dalam Pasal 88 UU MD3, disebutkan ketentuan lebih lanjut soal tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPR tentang tata tertib. Pasal 46 Peraturan DPR tentang Tata Tertib menyatakan pergantian pimpinan diatur sebagai berikut:
(1) Dalam hal ketua/atau wakil ketua DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 34, DPR secepatnya mengadakan penggantian
(2) Dalam hal penggantian pimpinan DPR tidak dilakukan secara keseluruhan, salah seorang pimpinan DPR meminta nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR meminta nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR yang berhenti kepada partai politik yang bersangkutan melalui Fraksi
(3) Pimpinan partai politik melalui Fraksinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan nama pengganti ketua dan/ atau wakil ketua DPR kepada pimpinan DPR
(4) Pimpinan DPR menyampaikan nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam rapat paripurna DPR untuk ditetapkan.
Memang aturan ini tidak menyebutkan secara rinci soal bagaimana posisi Pimpinan DPR yang dipecat dari partainya. Namun dalam aturan itu, proses pergantian pada Pimpinan DPR yang diberhentikan diatur oleh fraksi dari partai politik yang sama.
(elz/aws)
Mengaku Sulit Digulingkan, Fahri: Saya Ikut Buat Aturannya di UU MD3
Elza Astari Retaduari - detikNews
Foto: Ilustrasi oleh Andhika Akbarayansyah
Jakarta - Fahri Hamzah tetap bersikeras menyatakan PKS tak bisa melengserkan dia dari posisi Wakil Ketua DPR begitu saja. Sebab menurutnya, ia ikut saat merumuskan aturan soal penetapan maupun pemberhentian pimpinan DPR.
Aturan tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Dalam UU tersebut, aturan mengenai pimpinan DPR yang diberhentikan ada di Pasal 87 yang menyebutkan bahwa pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
Pasal 87 ayat (4) UU MD3 tersebut menjelaskan, pengganti pimpinan DPR akan berasal dari fraksi partai yang sama. Namun tampaknya Fahri punya pendapat lain soal ini. Menurutnya meski sudah dipecat dari PKS dan fraksi juga telah meminta menggantinya dengan Ledia Henifa, itu tidak bisa dilakukan sebab Fahri sedang melayangkan gugatan soal keputusan pemecatannya dari PKS.
"Masalahnya ada gugatan. Bacalah UU MD3 secara baik, baca UU Parpol secara baik. Begitu ada gugatan proses berhenti. Karena keanggotannya digugat maka status di pimpinan juga tidak bisa diganggu. Itu UU nya bunyinya gitu," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/2/2016).
"Kalau mau lebih serius, baca perdebatannya. Bahkan UU ini termasuk saya ikut membuat. Jadi di dalam perdebatan soal paket bersifat tetap itu, dia tidak bisa diganggu gugat sampai dia ada ketentuan hukum yang bersifat tetap," sambungnya berdalih.
Bunyi dari Pasal 87 (4) UU MD3 sendiri adalah: Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.
"(Tidak bisa seperti itu) karena digugat. Kenapa saya digantikan? Karena dipecat. Pecatannya digugat. Kan selesai (prosesnya). Saya itu ikut membuat UU ini jadi saya mengerti juga perdebatan di belakangnya. Bahwa posisi pimpinan kuat ya," tegas Fahri.
"Karena negara pun kalau menghukum dia, itu mesti inkrah dan dihukumnya di atas 5 tahun. Itu negara lho. Apalagi parpol, lebih berlapis lagi," imbuh dia.
Soal aturan berlapis itu, menurut Fahri, parpol harus mengikuti proses hukum yang berlaku. Kemudian juga jika putusan pengadilan sudah keluar, pemberhentian disebutnya harus melewati mekanisme rapat Paripurna di DPR.
"Mesti izin paripurna dulu. Jadi lebih rumit. Ada 3 ketentuan pimpinan diganti, satu dicabut nyawanya oleh Tuhan, nggak bisa nego kalau ini, kedua negara mengatakan orang ini dihukum tapi sampai inkrah dulu dan hukumannya di atas 5 tahun," beber Fahri.
"Ketiga diberhentikan, salah satu alasannya itu dan semua alasannya itu lebih rumit. Diberhentikan oleh partai, digugat maka stop (proses pemberhentiannya). Itupun setelah inkrah, dia harus masuk lagi ke paripurna. Rapim dulu, bamus, habis itu paripurna," tambahnya.
Fahri pun mengklaim, meski keputusan sudah berkekuatan tetap, ia masih bisa punya kesempatan untuk selamat melalui rapat paripurna. Sebab menurutnya bisa saja paripurna tidak mengizinkan proses pemberhentian dia.
"Saya bisa minta waktu menjelaskan pada anggota. Mengapa saya mesti dijatuhkan? Rumit. Memang demokrasi begitu. Di mana ada tengger suara rakyat di dalamnya, jabatan itu jadi tidak mudah dijatuhkan. Karena ada mandat rakyat di dalamnya," tutur Fahri.
"Apalagi sistem pemilihannya proporsional terbuka. Di mana pilihan rakyat langsung pada individu. Sehingga kewenangan partai menjadi 'negara mengurangi kewenangan partai'," sebutnya melengkapi.
Fahri lalu memberi contoh, jika seorang kepala daerah dicalonkan oleh parpol, maka ketika orang tersebut diminta mundur oleh partai pengusungnya, itu tidak lah bisa dilakukan. Contoh ini dinilai Fahri sama dengan yang terjadi pada dirinya.
"Dalam hal saya, yang mencalonkan koalisi, yang memilih anggota DPR, itu kan rumit prosesnya. Setiap proses penaruhan jabatan, yang prosesnya melalui pemilihan rumit, dijatuhkannya rumit. Itu sudah hukum di dalam demokrasi prosedural," tukas Fahri.
Dalam Pasal 88 UU MD3, disebutkan ketentuan lebih lanjut soal tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPR tentang tata tertib. Pasal 46 Peraturan DPR tentang Tata Tertib menyatakan pergantian pimpinan diatur sebagai berikut:
(1) Dalam hal ketua/atau wakil ketua DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 34, DPR secepatnya mengadakan penggantian
(2) Dalam hal penggantian pimpinan DPR tidak dilakukan secara keseluruhan, salah seorang pimpinan DPR meminta nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR meminta nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR yang berhenti kepada partai politik yang bersangkutan melalui Fraksi
(3) Pimpinan partai politik melalui Fraksinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan nama pengganti ketua dan/ atau wakil ketua DPR kepada pimpinan DPR
(4) Pimpinan DPR menyampaikan nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam rapat paripurna DPR untuk ditetapkan.
Memang aturan ini tidak menyebutkan secara rinci soal bagaimana posisi Pimpinan DPR yang dipecat dari partainya. Namun dalam aturan itu, proses pergantian pada Pimpinan DPR yang diberhentikan diatur oleh fraksi dari partai politik yang sama.
(elz/aws)
http://news.detik.com/berita/3191932...nnya-di-uu-md3
Ayo ustadz Fuckri ane dukung ente lawan terus Partai Komunis Sejathera
0
1.3K
Kutip
12
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671KThread•40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru