berdikaricenterAvatar border
TS
berdikaricenter
GADUH JENDRAL , RYAMIZARD BANTAH MENENTANG PRESIDEN
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan, dia bukan tidak mendukung kebijakan Presiden Jokowi untuk melakukan rekonsiliasi terhadap korban tragedi 1965. Ia mendukung kebijakan pemerintah, tapi dengan konsep yang berbeda. Baginya rekonsiliasi justru dibutuhkan untuk menyatukan berbagai pihak yang berselisih karena terpecah oleh zaman. Ryamizard juga mengaku tak memahami alasan munculnya tuntutan kepada negara untuk meminta maaf kepada korban tragedi 1965. Tuntutan itu disebut-sebut sebagai salah satu poin rumusan rekomendasi hasil Simposium 1965 Pendekatan Kesejarahan yang diadakan pemerintah di Hotel Aryaduta, April lalu. Dia tak mempersoalkan sejumlah pihak yang memintanya mengundurkan diri dari Menhan karena prinsipnya dianggap bertentangan dengan Presiden Jokowi. (tempo.co)

Gaduh para purnawirawan Jendral tak kunjung usai menyikapi isu bangkitnya PKI maupun paham komunis, baik diantara mereka yang duduk di pemerintahan maupun yang berada diluar. Ditengah maraknya spekulasi reshuffle kabinet kerja jilid dua, isu bangkitnya PKI dan paham komunis kembali mencuat dalam skala yang cukup luas. Simposium Tragedi 1965 yang digagas pemerintah bekerja sama dengan Lemhanas untuk menyelesaikan kasus HAM Berat masa Jendral Soeharto, dijadikan sasaran kemarahan para pensiunan jenderal pengikut Soeharto. Kegaduhan para Jendral pensiunan terkesan kuat mengiringi meningkatnya isu reshuffle kabinet dan seiring dengan semakin akrabnya hubungan Indonesia dengan Tiongkok dan Rusia dalam kerja sama ekonomi dan pertahanan. Upaya pemerintah memulai proses rekonsiliasi dengan korban Tragedi 1965 yang diinisiasi Kantor Menkopolhukam Luhut Panjaitan, mendapat tantangan dari para jendral purnawirawan yang menggagas Simposium Anti PKI, yang diduga kuat mendapat dukungan Menhan Ryamizard Ryacudu. Kedua pensiunan jenderal AD ini terlihat saling bertolak belakang dalam menyikapi perintah Presiden Joko Widodo untuk penyelesaian Tragedi 1965 yang banyak menelan korban jiwa.

Meski menampik anggapan bahwa pemerintah tidak kompak, indikasi ketidakkompakan terlihat saat Menhan Ryamizard menyatakan menolak rekonsiliasi dengan keluarga korban Tragedi Pembunuhan 1965. Ryamizard juga tidak setuju penggalian kuburan massal korban kekejian 1965, seperti yang digagas Presiden Joko Widodo. Kegaduhan kedua jendral purnawirawan yang menduduki jabatan Menteri dan Menteri Kordinator ini, mengingatkan publik pada kegaduhan antara Menteri dengan Menko beberapa waktu yang lalu. Kegaduhan kedua pembantu Presiden ini kemudian melebar dengan menjadikan Gubernur Lemhanas sasaran kritik dan kecaman oleh LetnanJenderal (Purn) Kiki Syahnakri yang menilai Simposium Tragedi 1965 multitafsir dan subyektif, dimana Agus Widjojo menjadi Ketua Panitia. Dua simposium berbeda dalam menyikapi peristiwa berdarah Tragedi 1965 seolah menjadi panggung bagi purnawirawan jenderal untuk saling tuding yang meninggikan atmosfir politik menjelang meningkatnya isu reshuffle kabinet. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang meyakini adanya bahaya laten dari kebangkitan PKI sekarang ini, menduga mereka yang menentang pendapatnya adalah komunis.

Menhan Ryamizard bahkan mengundang sejumlah ormas untuk menyikapi isu kebangkitan komunisme, dalam kegiatan yang diselenggaraka Menhan tersebut, sejumlah ormas seperti Pemuda Pancasila dan Forum Umat Islam (FUI) menyatakan keteguhannya untuk melakukan perang. Tuduhan yang terlontar dari Simposium Anti PKI, yang menyebut pemerintah membuka jalan kebangkitan PKI, dibantah oleh Ketua Komnas HAM dan Gubernur Lemhannas. Tuduhan serius bahkan dilontarkan Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen yang menuding Menkopolhukam Luhut Panjaitan sebagai perwakilan pemerintah yang ikut memfasilitasi kebangkitan PKI. Kivlan juga menuduh Gubernur Lemhannas Letnan Jenderal Purnawirawan Agus Widjojo melakukan hal yang sama. Selain menuduh kedua pejabat tinggi tersebut, Kivlan menyebut para kader dan simpatisan PKI telah menyusup ke lembaga negara. Partai PDI Perjuangan (PDIP) tak lepas dari tudingan Kivlan memfasilitasi kegiatan PKI selama ini. Simposium Anti PKI yang dipelopori ole Gerakan ela Negara, sejumlah ormas Islam, berbagai organisasi purnawirawan TNI-Polri, dan beberapa unsur kepemudaan, seolah menjadi panggung orasi dan tuduhan, yang terkesan kuat ingin memojokkan pemerintahan Joko Widodo-JK dan partai pengusungnya. Upaya pemerintah untuk melakukan rekonsiliasi korban Tragedi 1965, tampaknya tengah dipaksakan melebar menjadi masalah politik oleh beberapa elemen pendukung Orde Baru dan para Suhartois. Isu neo-komunisme yang sengaja dimunculkan kini dikaitkan dengan masuknya investasi China ke Indonesia. Hubungan dagang Indonesia-China yang semakin meningkat selama pemerintahan Jokowi-JK tak lepas dari fitnah politik yang sengaja dikaitkan dengan isu kebangkitan paham komunis. Isu provokatif yang sengaja menyasar pemerintah dan partai pengusungnya tampaknya tidak mudah masyarakat, yang sudah cerdas dalam menanggapi isu tersebut dan sulit untuk digoyang. Kembali ke Ryamizard, terkait perintah Presiden Joko Widodo untuk menemukan kuburan massal korban 1965, iapun terang menunjukkan ketidaksetujuannya. Sementara Presiden Joko Widodo, sampai saat ini, tak mengeluarkan satu pernyataan pun terkait sejumlah sikap Ryamizard yang bertentangan dengannya.

Forum "Antisipasi KebangkitanPKI" yang dihadiri Ryamizard terlihat jelas tak puas dengan pemerintahan Joko Widodo. Ketua Persatuan Purnawirawan AD, Soerjadi, blakblakan mengutarakan ketidaksukaannya pada pemerintah. Sementara pemerintah "dicaci maki", Ryamizard dipuji oleh kelompok itu. Soerjadi bahkan ikut menuduh pemimpin di pemerintahan banyak yang tidak jelas-usulnya. Sikap Ryamizard yang bertentangan dengan Presiden Joko Widodo, tak lepas dari kecaman pemerhati HAM, yang menilai sikap Ryamizard berdampak negatip bagi kondisi sosial-politik bangsa. Tindaka Menhan dinilai bertentangan dengan nalar publik, mengancam kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi dan Ilmu Pengetahuan. Dalam kasus penuntasan HAM berat, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu merupakan menteri yang menolak penyelesaian kasus tersebut dengan menggelar Simposium tandingan. Aktivis HAM menilai sikap Menhan tersebut mbalelo terhadap pimpinannya dan bisa memicu konflik horizontal yang ada di kalangan masyarakat.

Sumber Berita
0
20.2K
146
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.3KThread40.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.