Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yellowmarkerAvatar border
TS
yellowmarker
Hak Perempuan Menjadi Subjek atas Hidupnya Sendiri
Quote:


6 November 2022, 11:26:57 WIB
IKONIK: Tokoh utama Ayu menaiki patung kuda karya Pande Wayan Mataram dalam skrining film Ku Bukan Kirana. (GUNTUR AGA TIRTANA/JAWA POS RADAR JOGJA)

Editor : Ilham Safutra
Reporter : lan/c14/dra


Kolaborasi Seni dan Perspektif Baru Kisah Panji di Ku Bukan Kirana

Ku Bukan Kirana merupakan karya kolaborasi dari beragam aliran seni. Seni film, seni lukis, seni patung, dan seni tari. Bahkan, pelaku seni dan kreatornya berasal dari dua area berbeda, Jogja dan Bali.

SKRININGfilm Ku Bukan Kirana kali pertama dihelat pada Senin (31/10) di concert hall kampus Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Skrining film tersebut dikemas berbeda dengan melibatkan pemain musik ensambel dan penari.

Secara visual, penonton dipandu memahami alur cerita lewat sebuah layar putih gigantik. Sementara, untuk mendukung sisi audio, di sebelah layar itu para pemusik memainkan secara langsung alat musiknya.

Film Ku Bukan Kirana mengisahkan perempuan yang menolak pinangan pacar yang berniat memboyongnya ke sebuah puri. Perempuan bernama Ayu itu menegaskan bahwa dirinya bukan laiknya Candrakirana yang harus diperjuangkan mati-matian dalam kisah epos Panji.

Ayu tidak tertarik dengan kisah Panji yang selalu menjadi subjek berjuang. Menurut dia, perempuan bisa menjadi subjek dalam kisah hidup sendiri. Ayu ingin tetap bebas menjalani hidupnya tanpa merasa dibatasi sebuah pernikahan dan hidup di puri.

KREATOR: Produser film Ku Bukan Kirana Gayuh Yuridis Gede Asmara (tiga dari kanan) saat memaparkan tokoh dalam film Ku Bukan Kirana. (GUNTUR AGA TIRTANA/JAWA POS RADAR JOGJA)

Produser film Ku Bukan Kirana Gayuh Yuridis Gede Asmara menyatakan, Ayu adalah gambaran perempuan yang ingin menjadi subjek atas kehidupannya. Alih-alih ingin diperjuangkan dan dipinang, perempuan justru bisa memilih jalan hidup sendiri. Perempuan bisa menjadi subjek bagi kehidupannya.

”Dia (Ayu, Red) tidak bergantung kepada siapa pun, mendefinisikan diri sendiri, dan membuat pilihan sendiri,” ujar Gayuh.

Menurut dia, masih banyak cerita tentang perempuan yang didefinisikan laki-laki. Perasaan perempuan tidak mungkin sepenuhnya bisa ditafsirkan penutur laki-laki. Karena itu, Gayuh sebagai produser perempuan memiliki peran yang penting. ”Sebagai produser perempuan, saya ikut masuk memberi masukan bahwa ini harus begini. Pasti karya akan berbeda kalau produsernya laki-laki,” kata Gayuh.

Skenario Ku Bukan Kirana ditulis Koes Yuliadi di Bali bersama Gayuh. Dalam film, pelukis I Made Sumadiyasa melukis gerak tari tokoh Ayu. Kemudian, karya itu ikut dihadirkan saat skrining film diputar.

Beberapa seniman lain yang terlibat dalam pentas kolaborasi ini adalah Wayan Budiarsa sebagai penari gambuh, Kadek Anggara (pemusik etnik), Pande Wayan Mataram (pematung), Setyawan Jayantoro (komposer), dan Uti Setyastuti (koreografer).

Kolaborasi beberapa seniman ini menjadi salah satu program Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek. Bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Jogja yang diwakili Taman Budaya Yogyakarta.

MENGHIDUPKAN SUASANA: Para pemusik yang dipimpin Setyawan Jayantoro hadir di samping layar saat pertunjukan berlangsung. (GUNTUR AGA TIRTANA/JAWA POS RADAR JOGJA)

”Saya juga melihat perspektif dari Panji. Biasanya, Panji maskulin. Tapi, ini dilihat dari perspektif feminisme. Perempuan menjadi center dari pertunjukan ini. Jadi, ini mengubah paradigma selama ini,” jelas Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Restu Gunawan. ”Karya kolaborasi ini bisa menjadi sebuah perspektif baru di dunia seni,” tambahnya.

Menurut dia, karya kolaborasi ini menunjukkan bahwa tokoh Panji tidak harus dimaknai dan didominasi laki-laki. Namun, perempuan dapat mengambil alih sebagai subjek layaknya Panji, terlebih dalam kehidupan sendiri.

”Kirana atau simbol perempuan menjadi center pertunjukan. Biasanya, Panji center-nya. Bagus juga era pemberdayaan perempuan. Dengan memberikan peranan lebih banyak kepada perempuan, kita kaitkan dengan gerakan literasi. Mestinya gerakan literasi muncul dari tempat tidur (mendongeng, Red), ibu-ibu ketika mengajari anaknya,” papar Restu.


Diubah oleh yellowmarker 08-11-2022 06:53
pakisal212
muhamad.hanif.2
m.hanif.bashor
m.hanif.bashor dan 3 lainnya memberi reputasi
0
664
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.