ilustrasi pixabay

Asal Mula Cerita


Segala sesuatu di bumi ini selalu ada asal-muasal. Sama dengan Mang Gatal. Lelaki jangkung berpostur pentol korek, dengan tubuh banyak yang maju. Mulai dari gigi, bibir, perut lelaki itu maju---maju yang lain tinggal tambahin sendiri. Tetapi kehidupannya tidak pernah maju-maju. Meskipun dia tak memiliki tuas untuk mundur, toh hidupnya mundur terus. Kendati sesungguhnya dia berasal dari keluarga bangsawan---maksudnya bangsa yang lahir di jalan Pahlawan.

Begitupun dia sama sekali tak berniat menjadikan Bik Botol sebagai istri. Entah ujung nama mereka sama-sama huruf “l”,satu “al” dan satunya “ol” biarlah pembaca yang menafsirkannya.

Mereka bertemu begitu saja. Saling jatuh cinta, lalu menikah minus anak. Mamang ini disebut Gatal karena tidak ada angin tidak ada hujan, apalagi kurap, dia dari kecil suka menggaruk. Tabiatnya sejak kepala empat ini, suka “gatal” terhadap perempuan, sama sekali tidak ada hubungan dengan gelar “Gatal”. Itu anggap saja bonus. Bonus berkah atau kesialan bagi Bik  Botol.

Sementara gelar “botol” di belakang panggilan “bik”, mutlak karena masa gadisnya dihabiskan jual-beli botol. Maka panggilan keren itu tidak bisa lepas dari tubuhnya. Pasal tubuhnya lebih mirip botol kecap asin Mikado alias kecil di atas, ke bawah bongsor, tentulah tidak ada kait-mengait apalagi sangkut dengan gelar “botol”. Sama seperti “gatal”, gelar “botol” hanya bonus.

Hubungan pernikahan mereka berdua, sepertinya tidak perlu dibahas. Kata wong Palembang manjangin tali kelambu. Baiknya kita ke TKP, eh salah, ke inti cerita.

Sedikit informasi kalau kalian ingin kenal lebih dekat mereka, keduanya sekarang ini Dermawan. Eits jangan suuzon dulu. Mereka tidak riya’. Mereka hanya tinggal di rumah susun jalan Dharmawangsa. Nggak nyambung, ya? Jawab saja “masih nyambung”, ketimbang dikutuk tujuh turunan. Tapi kalian tenang saja, kutukan tidak akan berlaku karena kalian turunan kedelapan. Sama dengan keluarga Mang Gatal kaya tujuh turunan, kasihan dia turunan kedelapan.

(Bersambung)