harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Akibat Pulang Sebelum Pertunjukan Wayang Selesai - KUNCEN

Sumber Gambar

Quote:




“Sebelum pertunjukkan dimulai, mohon kesediaannya untuk mengikuti pertunjukan wayang sampai selesai. Jangan pulang di tengah-tengah pertunjukan,” ucap sang dalang dari balik layar sebelum pertunjukan dimulai.

Usai dalang berkata demikian, suara gamelan dan nyanyain merdu para sinden pun mulai terdengar merdu. Kami yang notabene anak gaul dari Jaksel ini pun merasa exciteddan mengeluarkan handphone untuk membuat instastory. Warga desa sekitar juga turut antusias menyambut dimulainya acara ini. Sebenarnya pertunjukan wayang ini sepi penonton, hanya sekitar 10-15 orang yang nonton. Itu pun bapak-bapak. Anak mudanya hanya kami.

Kami sebenarnya bukan asli orang desa ini. Kami hanya sekumpulan anak muda yang sedang libur kuliah dan bingung ingin jalan-jalan ke mana. Kebetulan salah satu teman kami berasal dari pedesaan di Jawa Tengah. Jadi pada saat dia pulang kampung, kami sengaja ikut untuk liburan di kampung teman kami yang bernama Mayang.

Total kami berlima. Dari Jakarta ada aku, Rendy, Lisa dan Niko. Malam itu kami dengar ada pertunjukan wayang kulit di lapangan desa. Karena di Jakarta tidak ada dan kebetulan kami anak-anak FOMO, yasudah kami datang meski Mayang sempat menyarankan untuk tidak datang karena takut kami bosan atau tidak mengerti pertunjukannya.

Dan Mayang ada benarnya juga. Ternyata setelah setelah menonton satu jam lamanya kami mulai bosan. Apalagi bahasa yang digunakan juga bahasa Jawa. Kami mengerti sedikit-sedikit sih. Hal yang menarik dari pertunjukkan wayang kulit adalah bagaimana sang dalang menggerakan dan memainkan wayang-wayang itu dengan lihai. Ditambah cara menyampaikan dialognya yang sangat menjiwai. Kurasa di situ seninya.

“Eh, balik yuk?” kata Lisa yang sedang rebahan dengan berbantalkan paha Niko.

“Balik? Ini aja belu selesai,” jawan Rendy.

“Emang ini selesai jam berapa?” Niko ikut bertanya.

“Gak tahu.” Rendy kembali menjawab.

“Lho? Kalian gak tahu? Sampe pagi lho,” jawabku.

“Hah? Serius?” Niko kaget mendengar jawabanku.

“Yang bener lu, Cha!” Lisa menyela.

“Tadi Mayang bilang gitu ke gue.”

“Haduh, Acha! Kenapa gak bilang dari awal?”

Tampaknya teman-temanku sudah mulai tidak nyaman berada di lokasi ini. Ya mau gimana lagi? Kami duduk beralaskan terpal dan kadang terasa bebatuan di bawah terpal ini membuat posisi duduk kita menjadi sakit. Wajar kalau tidak nyaman. Ditambah malam ini juga sangat dingin.

“Pulang aja yuk!” ajak Niko.

“Tapi lu gak denger tadi kata dalang jangan pulang sebelum pertunjukkan selesai?” tanyaku meyakinkan mereka.

“Ya wajar kali? Band-band yang manggung di kafe Kemang juga bilang gitu sebelum perform. Biasalah, marketing atau apalah. Udahlah ngantuk nih gue!’ keluh Niko.

“Iya sih, Cha. Tadi gue liat bapak-bapak yang kaos garis-garis aja gak apa-apa pulang kok!” Rendy meyakinkanku.

“Iya nih, Cha. Lu gak kasian sama gue rebahan di terpal gini?” Lisa menambahkan.

“Duh kenapa seolah-olah semua gue yang nentuin sih? Yaudah yuk, kalo mau balik ke rumah Mayang kita pulang aja!” ucapku yang langsung berdiri.

Alhasil kami semua berdiri dan meninggalkan penonton lain yang masih fokus menatap pertunjukkan. Kami berjalan ke pinggir dan memakai sandal. Niko dan Lisa sudah berjalan duluan. Aku mulai memakai sandalku. Tak sengaja aku melihat ke arah samping. Tampak bapak-bapak kaos garis-garis kembali datang sambil membawa segelas kopi. Ternyata dia tidak pulang, dia hanya beli kopi. Aku terdiam sesaat, mendadak perasaanku tidak enak.

“Acha?” panggil Rendy.

Aku menoleh. “Iya? Oh iya, ayo balik deh.”

Kami berdua akhirnya berjalan meninggalkan area pertunjukkan menyusul Niko dan Lisa yang sudah di depan. Kami berjalan melewati jalan tanah dan rumput. Sekeliling kami gelap gulita dan penuh dengan perkebunan warga. Tapi sorot lampu jalanan masih cukup membantu kami agar tetap bisa melihat jalan. Walau sudah berjalan agak jauh, kami masih bisa mendengar suara gamelan dan dalang dari pertunjukkan yang terus berlangsung.


Sumber Gambar

Jam menunjukkan pukul 12 malam. Pelan-pelan kami semakin jauh dan suara dari pertunjukkan mulai hilang. Suasana menjadi sepi dan dari kami berempat tidak ada yang bicara karena sudah kelelahan. Semakin jauh melangkah, penerangan pun semakin menghilang sampai akhirnya kami melewati jalan yang lumayan gelap.

Saat suasana sedang sunyi-sunyinya, mendadak terdengar suara langkah kaki dari arah belakang. Saat itu aku berjalan di posisi paling belakang. Aku mendengar jelas sekali ada suara langkah kaki dari arah belakang. Tapi saat aku menoleh, tidak ada siapa-siapa. Lantas aku mempercepat jalan dan mendekat ke Rendy yang ada di depan.

Tap … Tap … Tap ….

Suara langkah kaki kembali terdengar dari belakang. Aku mengabaikannya karena aku sudah merasa ada yang aneh. Tapi setelah beberapa saat aku diamkan, suara langkah kaki ini malah semakin besar. Dan bukan satu orang, serasa ada banyak orang yang berjalan di belakangku. Suaranya jelas sekali, seperti ada keramaian orang jalan di belakangku. Aku mencolek Rendy.

“Apa?” tanya Rendy.

“Denger gak?” Aku bertanya balik.

“Denger apa?”

“Ada suara-suara,” jawabku.

“Gak denger.” Rendy menggelengkan kepala.

Suara di belakangku semakin ramai. Jujur aku semakin takut saat ini, tapi karena hanya aku yang mendengar jadi aku anggap ini hanya halu semata. Aku mungkin salah dengar karena kelelahan. “Ah, mungkin aku salah denger,” ucapku dalam hati.

Ucap mengatakan kalimat itu dalam hati, mendadak ada suara perempuan yang berbisik lirih dari belakangku: “Enggak kok. Kamu gak salah denger.”

Sontak aku menoleh ke belakang dan lagi-lagi tidak ada apa-apa di sana. Aku semakin merinding dan langsung menarik tangan Rendy untuk menyusul Lisa dan Niko di depan. “Jalannya cepetan yuk!” ajakku kepada Rendy. Ia menurut dan ikut berjalan cepat ke rumah Mayang. Selama perjalanan itu, suara langkah kaki di belakang terus berbunyi dan tidak menghilang.

Singkat cerita, sesampainya di rumah Mayang aku langsung masuk dan mencuci kaki untuk lekas tidur. Mayang sempat kaget karena melihat kami yang meninggalkan lokasi di tengah-tengah pertunjukan berlangsung. Aku tidak terlalu banyak bicara waktu itu, aku ingin segera tidur. Aku dan Lisa pun tidur di kamar Mayang dengan kasur lantai.

Jujur, tubuhku lelah tapi tidak bisa tidur malam itu. Entah karena masih terbayang kejadian di jalan tadi atau bagaimana. Saat aku sedang berusaha tidur dengan memejamkan mata, tiba-tiba suara pintu terbuka membangunkanku. Aku melihat dengan mada kepala sendiri, pintu kamar Mayang terbuka dengan sendirinya.

Kemudian suara langkah kaki itu kembali terdengar masuk ke dalam kamar. Aku mulai ketakutan. Lisa dan Mayang sudah tidur duluan. Suasana kamar pun gelap. Aku merasa suasana kamar menjadi penuh, panas dan pengap. Seperti banyak orang di satu ruangan ini padahal hanya kami bertiga. Aku lantas menutup mata dan membaca doa sebisaku. Aku ingin secepatnya tidur.

Bodohnya aku, sudah benar menutup mata aku malah membukanya lagi. Saat membuka mata, aku sudah melihat ada sesosok sinden sedang berdiri persis di depanku. Wajah sinden itu rata tanpa mata, hidung atau mulut. Kulitnya sangat pucat. Memakai kebaya berwarna putih kelabu. Di belakangnya ada beberapa orang-orang berpakaian seperti era kerajaan yang juga memiliki wajah yang rata.

Aku ketakutan, seketika aroma kembang seperti wangi kembang orang meninggal tercium di seisi kamar. Aku tidak bisa berteriak dan tidak bisa bergerak pula. Seakan aku dipaksa menatap sosok-sosok itu. Tapi air mata keluar mengalir di pipiku, aku pasrah kalau harus mati malam ini pun aku pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa.

“Kok pulang?” tanya si sinden dengan suara yang lirih.
Aku hanya terdiam sambil terpaku dan menangis. Dalam hati hanya kata “maaf” yang kuucapkan.

“Kok pulang?” tanya sinden itu lagi tapi kali ini makhluk-makhluk di belakangnya juga ikut bertanya dengan suara yang lebih berat dan keras. Suara semua makhluk itu menggema di kamar Mayang.

“Hahahahahahaha!”

Selanjutnya mereka tertawa bersama-sama dengan suara yang keras dan menggema mengisi seisi kamar. Wajah mereka semuanya mengarah ke arahku. Membuatku semakin tak berdaya dan lemas. Hingga aku tidak ingat apa-apa lagi. Dan entah aku pingsan atau ketiduran, yang jelas ingatanku selesai sampai sini saja. Setelahnya aku tidak sadar lagi.


Sumber Gambar

“Cha? Acha?” kata Lisa membangunkanku. Aku membuka mata dan menatap Lisa yang sudah memakai jaket dan celana panjang. Cahaya matahari pun sudah masuk dan sudah terang. Jam menunjukkan pukul 07:00 pagi. Suara Rendy dan Niko pun sudah terdengar di luar.

Aku terdiam sesaat dan sempat membuat Lisa bingung. Kemudian aku menangis sejadi-jadinya usai mengingat kejadian semalam, aku memeluk Lisa yang masih kebingungan. Lisa menenangkanku dan anak-anak lain di luar kamar tampaknya kebingungan. Usai aku tenang, barulah aku bercerita kepada teman-temanku tentang apa yang terjadi sejak kami meninggalkan pertunjukkan wayang semalam.

Lisa, Rendy dan Niko akhirnya meminta maaf karena merasa hal ini terjadi karena mereka meminta pulang. Lalu Mayang juga menjelaskan kalau memang baiknya menyaksikan pertunjukan wayang sampai selesai dan jangan pulang di tengah acara. Karena katanya akan ada yang “ngikut” ke rumah. Aku baru tahu ada pantangan seperti ini dan ini jadi pembelajaran untukku agar lain kali lebih menghormati suatu adat atau tradisi.

Aku tidak terlalu peduli dan tidak mau mengatakan kalau pantangan itu benar, tapi ya inilah yang terjadi padaku.

Tamat.



Quote:


Mohon maaf kalau ada kesalahan atau kekeliruan dalam cerita.emoticon-Nyepi

emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan
Diubah oleh harrywjyy 17-09-2023 09:18
gembogspeed
bukhorigan
annaonymus
annaonymus dan 13 lainnya memberi reputasi
14
707
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.