kartika2019Avatar border
TS
kartika2019
Ekonomi Stagnan 5%, Dimana Janji Jokowi?
Ekonomi Stagnan 5%, Dimana Janji Jokowi?
November 12, 2018 17:03



(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Ibarat pepatah “Jauh Panggang dari Api” begitulah kondisi ekonomi Indonesia selama era Presiden Jokowi dalam empat tahun terakhir ini. Janji manis yang ia dengungkan saat kampanye Pilpres 2014 lalu, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 7%, ternyata sampai saat ini hanya stagnan di kisaran 5%-an.


Apa yang salah dari perencanaan yang sudah dibuat oleh pemerintah, padahal sudah dikeluarkan sampai 16 Paket Kebijakan Ekonomi? Wajar jika kemudian menjelang Pilpres 2019 ini, Jokowi terus dikritik oleh pesaingnya Prabowo Subianto yang sempat menyebutkan 99% penduduk Indonesia hidup pas-pasan, kemiskinan naik 50% dalam lima tahun terakhir. Bahkan saking tingginya kemiskinan rakyat Indonesia, Prabowo menyebutkan dengan istilah “Tampang Boyolali”.

Salahkah pernyataan Prabowo tersebut? Jika memang kemiskinan masih tinggi, pertumbuhan ekonomi masih stagnan (walaupun BPS mengeluarkan data bahwa kemiskinan saat ini menurun di bawah angka 10% karena standar hidup per kapita di bawah Rp500.000 per kapita), maka apakah pantas Jokowi disebut telah sukses menunaikan janjinya?


Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada kuartal IV 2015 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15 persen. Sementara saat ini, di kuartal III 2018 hanya sebesar 5,17 persen (Pertumbuhan ekonomi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen). Berarti dalam empat tahun terakhir, perekonomian Indonesia hanya stagnan berkutat di angka tersebut.


Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2018 dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, harga komoditas nonmigas yang menurun.


“Harga komoditas nonmigas mengalami penurunan. Migasnya naik, nonmigas menurun. Misal terjadi penurunan untuk beberapa komoditas pertanian seperti daging sapi, minyak sawit, kopi, teh menurun baik qtq atau yoy,” ujar Suhariyanto di Kantor BPS.


Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan stagnannya pertumbuhan ekonomi Indonesia faktor utamanya disebabkan karena daya produktivitas Indonesia yang sangat rendah. Terutama, disebabkan karena tidak signifikannya transformasi struktural yang tercermin dari kapabilitas tenaga kerja.


“Lebih dari 30 persen tenaga kerja kita di sektor agrikultur,” ujar dia dalam dalam keynote speech yang dibacakan oleh Staf Ahlinya, Bambang Priyambodo di Universitas Indonesia, Depok, Senin (12/11/2018).


Akibat hal itu, lanjut dia, selama 40 tahun lebih hingga saat ini ekspor Indonesia terus didominasi oleh produk-produk komoditas yang produktivitasnya tidak secepat industri manufaktur. Karena buruknya kinerja tersebut, memiliki dampak yang jelas terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia.


“Pada 1970-an, Malaysia dan Thailand juga mengandalkan komoditas dalam ekspor mereka. Namun, sekarang, bagian terbesar dari ekspor mereka adalah elektronik yang dikerjakan oleh blue color,” katanya.


Bambang menilai, buruknya transformasi struktural tersebut lebih disebabkan oleh tiga hal, yaitu investasi di sektor infrastruktur yang masih rendah, investasi di sektor permesinan dan equipment maupun investasi asing yang jauh tertinggal dari negara-negara lain, serta minimnya investasi di human capital.


“Tumpang tindih peraturan dan hambatan birokrasi, kualitas sumber daya manusia dan produktivitas tenaga kerja yang rendah, Infrastruktur yang tidak memadai, intermediation keuangan yang rendah dan pasar keuangan yang dangkal, hingga pendapatan pajak yang rendah dan kualitas pengeluaran,” tegasnya.



Bank Dunia mencatatkan setiap terjadi lonjakan harga beras, yakni harga beras naik sekitar 10%, maka akan memunculkan orang miskin baru.


“Jadi setiap ada 10% kenaikan harga beras maka ada 1,2 juta orang miskin baru,” terang Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas dalam diskusi di UI Depok, Senin (12/11/2018)

Kenapa demikian? Karena menurut Vivi 3/4 orang Indonesia mengkonsumsi beras. Selain itu, saat harga beras naik ada 3 orang yang dirugikan dan 1 orang diuntungkan dari kenaikan harga beras.

Di sisi lain, kata Vivi, harga beras di Indonesia 70% lebih tinggi dari harga internasional, oleh karena itu pemerintah harus betul-betul menjaga harga beras tetap stabil.

Dia menambahkan saat ini 22% masyarakat Indonesia masuk dalam kategori kelas menengah, 45% golongan kelas menengah namun tidak miskin dan tidak rentan. Kemudian 5% masuk kelas atas, serta 9% masuk dalam kategori warga miskin. Ini untuk membantah pernyataan Prabowo yang menyebutkan berdasarkan data Bank Dunia, 99% rakyat Indonesia hidup pas-pasan.

Posisi kelompok menengah yang 45% inilah kata Vivi yang rentan, ketika terjadi kelonjakan harga kebutuhan dasar seperti beras. Jika tidak dikelola dengan baik, masih berpotensi akan turun menjadi rentan miskin.

“Pemerintah menekankan perlunya kita meningkatkan pertumbuhan di Indoensia. Kelas menengah ini lah motor penggerak pertumbuhan Indonesia,” ujar Vivi.

Vivi mengatakan, pertumbuhan kelas menengah di Indonesia cukup cepat. Pada tahun 2002, persentasi kelompok menengah hanya 7 persen.

Kemudian, pada tahun 2017, angkanya naik menjadi 22 persen. Namun, Indonesia masih butuh lebih banyak masyarakat kelompok menengah karena masih ada 45 persen yang pijakan perekonomiannya belum aman.

Sebelumnya Prabowo sempat mengatakan bahwa data 99% rakyat Indonesia miskin sudah diakui oleh Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya. Mengutip data tersebut, Prabowo menyebut orang kaya di Indonesia tidak sampai 1 persen.

“Hasil ini adalah data, fakta yang diakui oleh Bank Dunia, oleh lembaga-lembaga internasional yang nikmati kekayaan Indonesia kurang dari 1 persen. Yang 99 persen mengalami hidup yang sangat pas-pasan, bahkan sangat sulit,” sebut Prabowo saat bertemu relawan emak-emak di Denpasar, Bali, Jumat (19/10/2018).

Dia juga pernah menyebut bahwa Indonesia tambah miskin dalam waktu lima tahun terakhir. Ini terjadi karena mata uang rupiah rusak dan terus melemah.

“Mata uang kita tambah, tambah rusak, tambah lemah. Apa yang terjadi adalah dalam lima tahun terakhir kita tambah miskin, kurang-lebih 50% tambah miskin,” tuding Prabowo di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Jumat (27/7/2018).
https://www.aktual.com/ekonomi-stagnan-5-dimana-janji-jokowi/

------------------------

ra mikir!

emoticon-Big Grin
1
1.7K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.9KThread40.9KAnggota
Tampilkan semua post
YourLordAvatar border
YourLord
#3
Pertumbuhan ekonomi 5% dalam kondisi ekonomi global tidak menentu itu bagus

Beye bisa 6% karena faktor subsidi dibidang konsumsi

Pakde bisa 5 % tapi subsidi gak jelas dibredel
Pembangunan Selama 4 Tahun jauh lebih banyak dibandingkan 10 Tahun

Proyek mangkrak Dari Beye dilanjutkan semua oleh Jokowi

Sungguh 10 yang sia sia

Pakde Jokowi semakin didepan

emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak
-2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.