• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Roasting Gibran Dianggap Tengil, Roasting Ganjar - Anies Dianggap Kritik

iqbalballeAvatar border
TS
iqbalballe
Roasting Gibran Dianggap Tengil, Roasting Ganjar - Anies Dianggap Kritik



Sumber : CNBC Indonesia


RA Kartini terkenal sebagai penggebrak cara berpikir manusia Indonesia yang modern. Dia betul-betul memimpikan kesetaraan.

Kartini memulai berbagi mimpinya soal kesetaraan dengan kedua adik perempuannya, yakni Roekmini dan Kardinah. Kartini membebaskan mereka dari ungguh-ungguh, etiket yang mengharuskan orang yang lebih muda membungkuk ketika melewati yang lebih tua. Kartini juga bersikeras agar antar kakak beradik itu mengobrol dengan bahasa ngoko saja alih-alih krama inggil (tataran bahasa Jawa untuk berbicara kepada orang yang lebih tua atau superior).

Namun, berkali-kali pula Kartini kena damprat beberapa kakak laki-lakinya atas sikapnya tersebut. Sebab di era Kartini, faham feodalistik masih menancap dengan kuat. Adalah tekad Kartini mengguncang “bangunan raksasa” feodalisme Jawa.

Sumber : https://klasika.kompas.id/baca/kisah...ng-kesetaraan/

Sayang, sepeninggal Kartini, Indonesia di era modern kini masih berpikiran secara feodalistik. Contohnya dapat kita lihat dalam debat cawapres yang berlangsung pada 21 Januari 2024.

Sebelum melihat debat cawapres, mari kita segarkan kembali ingatan pada debat Pilpres ke-3 di mana kala itu serangan personal Ganjar dan Anies dilayangkan kepada sosok yang lebih tua, Prabowo, melalui ‘Skor Kemhan’. Ganjar memberikan skor 5 untuk Kemhan sementara Anies hanya memberikan skor 11/100. Padahal bukan kapabilitas Ganjar maupun Anies memberi penilaian terhadap kinerja Kemhan.

Serangan personal itu direspon santai Prabowo melalui ungkapan “emang gue pikirin” saat konsolidasi relawan di Riau, pada 9 Januari 2024 lalu.

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/2...ng-gue-pikirin

Uniknya, reaksi pendukung Ganjar dan Anies terhadap cara mereka meng-roasting Prabowo sebagai sosok yang lebih tua, mereka nilai semacam TINDAKAN KRITIS DALAM MENGKRITIK.

Akan tetapi, ketika hal serupa dilakukan oleh Gibran, sosok termuda dari seluruh paslon, yang menyerang sosok yang lebih tua, yakni Mahfud MD, melalui sejumlah aksi Gibran di debat Pilpres ke-4, direspons dengan sangat tidak santai oleh para pendukung Ganjar dan Anies.

Bahkan Dewan Pembina Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Mahfud, Yenny Wahid menilai sejumlah gimik Gibran terkesan melecehkan.

Cara Gibran roasting Mahfud sebagai sosok yang lebih tua dinilai sebagai TINDAKAN MELECEHKAN DARI BOCAH TENGIL.

Sumber:
https://banyuwangi.viva.co.id/perist...an-tidak-sopan
https://www.cnnindonesia.com/nasiona...ecehkan-sekali

Coba perhatikan kedua komparasi kasus di debat ke-3 dan ke-4. Roasting Ganjar-Anies kepada Prabowo dianggat tindakan kritis dalam mengkritik, direspon santai oleh Prabowo. Hal ini menunjukkan Prabowo memandang setara pandangan dan sikap anak muda seperti Ganjar dan Anies terhadap sosoknya yang lebih tua, tanpa mempermasalahkan kesenjangan usia antara mereka.

Sementara roasting Gibran kepada Mahfud yang dianggap tindakan melecehkan dari bocah tengil, menunjukkan kegagalan Mahfud dan Cak Imin sebagai sosok yang lebih tua dari Gibran. Mereka, Mahfud dan Cak Imin, tidak mencontoh cara Prabowo yang lebih tua dalam menyikapi roasting Anies-Ganjar.

Hal ini menunjukkan bahwa Paslon 01 dan 03 masih memandang ‘kesenjangan usia itu matter’ dalam menilai orang lain.

Mengapa ketika orang lebih tua keras kepada anak muda dianggap wajar, sedangkan ketika anak muda keras kepada orang lebih tua dianggap melecehkan?

Jika anda setuju bahwa kerasnya orang lebih tua adalah kewajaran dan kerasnya anak muda dianggap melecehkan maka ia harus berani mengakui dirinya sebagai seorang FEODALISTIK, bukan seorang yang modern.

Pandangan modern seperti halnya pandangan RA Kartini menganggap setara setiap pendapat, bahkan dengan gaya gesturnya masing-masing.

Cara berpikiri yang menyetujui ‘ketika orang lebih tua keras kepada anak muda dianggap wajar, sedangkan ketika anak muda keras kepada orang lebih tua dianggap melecehkan’, sama feodalisitiknya dengan mereka yang setuju ‘orang Batak atau Papua yang bersuara keras dan berbahasa tajam di hadapan orang Jawa sebagai tindakan tengil dan melecehkan.’

Seharusnya rakyat Indonesia di era yang serba modern meninggalkan cara pikir feodalistik.

Ingat, ketika Gibran mengkritik Mahfud dengan gestur yang dianggap tidak sopan, dia tidak meninggalkan aspek fakta pada data yang digunakan. Ingat ketika Gibran melawan Cak Imin soal lingkungan hidup dengan menyinggung botol plastik yang masih dipakai Cak Imin, Gibran tidak meninggalkan aspek fakta pada data yang dipakai.

Sumber : https://news.detik.com/pemilu/d-7153...-botol-plastik

Seharusnya Cak Imin, Mahfud, maupun para pendukung mereka berdua, tidak menilai seseorang dari elemen kesenjangan usia, cara bertutur, dan gaya bersikap. Don’t Judge A Book Just By It’s Cover. Lihatlah substansinya.



sudarmadji-oye
aditmaukemana
thecrawler
thecrawler dan 5 lainnya memberi reputasi
6
8.6K
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83KAnggota
Tampilkan semua post
yunipertiwi94Avatar border
yunipertiwi94
#1
Mpud kacao banget, malah balikin ke moderator emoticon-Leh Uga
iqbalballe
iqbalballe memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.