gilbertagungAvatar border
TS
gilbertagung
Argentina, Kejayaan Masa Lalu dan Keterpurukan Masa Kini



Kalau Anda mengikuti berita ekonomi dan bisnis dalam empat bulan terakhir, mungkin Anda mengetahui kalau Argentina sedang mengalami masalah ekonomi saat ini. Lebih dari seratus tahun lalu, Argentina tergolong negara yang sangat makmur dan digadang-gadang sebagai calon kekuatan besar dunia. Namun, junta militer yang mulai menancapkan pisau kekuasaan pada dekade 1930-an mengubah jalan nasib negeri yang beribu kota di Buenos Aires ini.


Klik gambar untuk menuju sumber gambar

Argentina : Kisah Sukses Awal Abad ke-20

Argentina pada awal abad ke-20 sempat merasakan perkembangan ekonomi yang mengesankan. Setelah sempat mengalami guncangan ekonomi pada dekade 1890-an, Argentina merasakan periode kemakmuran pada dekade 1900-an hingga 1930-an. Disokong oleh lahan yang subur, Argentina menghasilkan dan mengekspor produk pertaniannya ke luar negeri dan menjadi penopang utama perekonomian negara yang memiliki luas 2.780.400 kilometer persegi ini. Pada 1908, pendapatan per kapita Argentina merupakan yang tertinggi ke-7 di dunia, hanya kalah dari Swiss, Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, Britania Raya, dan Belgia. Pendapatan per kapita Argentina kala itu 70% lebih tinggi dari Italia, 90% lebih tinggi dari Spanyol, 180% lebih tinggi dari Jepang, dan 400% lebih tinggi dari Brazil. Pada 1913, Argentina adalah negara terkaya nomor sepuluh di dunia.
Karena kemakmuran yang dirasakan dan kekayaan sumber daya alam, Argentina, bersama dengan Amerika Serikat, dijagokan oleh berbagai pakar geostrategis Eropa sebagai kekuatan besar dunia berikutnya di tahun 1920 pada debat di akhir abad ke-19.
Meskipun demikian, Argentina tergolong lambat dalam industrialisasi.

Argentina, Negeri Imigran

Kemakmuran yang pernah dirasakan Argentina dibuktikan dengan derasnya arus imigrasi menuju Argentina dari berbagai negara, terutama Spanyol dan Italia. Pada 1895, Argentina dihuni 4 juta orang saja. Pada 1914, populasi Argentina telah mencapai 7,9 juta dan pada 1947 telah mencapai 15,8 juta. Pada periode 52 tahun ini, Argentina menerima 6,6 juta imigran, terbanyak kedua setelah Amerika Serikat. Argentina dibanjiri 1,5 juta imigran Spanyol dan 1,4 juta imigran Italia, plus masing-masing lebih dari 100.000 imigran dari Prancis, Polandia, Rusia, Jerman, dan Austria juga imigran dari Yunani, Portugal, Ukraina, Kroasia, Ceko, Irlandia, Inggris, Swiss, Belanda, Hongaria, Skandinavia, Lebanon, dan Suriah. Pada 1895, 52% populasi ibu kota Buenos Aires dan 31% populasi provinsi Buenos Aires adalah imigran asing. Pada 1914, persentase jumlah penduduk Argentina yang lahir di luar wilayah Argentina mencapai 30% dan merupakan yang tertinggi. Kebanyakan imigran bekerja sebagai petani dan tinggal di wilayah pedesaan.
Imigran Spanyol, Italia, dan Jerman memberikan dampak lebih signifikan terhadap kehidupan sosial dan kebudayaan di Argentina dibandingkan kelompok imigran lainnya dan Argentina merayakan Hari Imigran saban 4 September sejak 1949. Hingga kini, masih banyak orang dari berbagai negara yang bermigrasi ke Argentina meski tak sederas dulu. Dampak dari imigrasi massal ini dapat dilihat sekarang dengan komposisi penduduk Argentina sebesar 43 juta dengan 97,2% di antaranya merupakan orang Eropa dan campuran Eropa dengan penduduk asli Amerika, termasuk tertinggi di antara negara-negara Amerika Latin.

Salah Urus Junta Militer

Seperti halnya negara-negara Amerika Latin lainnya, Argentina juga pernah merasakan masa kekuasaan junta militer. Masa ini memulai keterpurukan Argentina hingga kini.
Pada September 1930, Letnan Jenderal José Félix Benito Uriburu y Uriburu mengudeta Presiden Hipólito Yrigoyen. Meski hanya berkuasa dari 2 tahun, aksinya memulai sebuah era baru di Argentina yang dinamakan Década Infame. Politik Argentina memasuki masa silih bergantinya kekuasaan antara sipil dan militer, yang baru akan berakhir selepas kekalahan dalam Perang Malvinas / Falkland, pada 1983.
Tercatat dalam kurun waktu 53 tahun (1930 - 1983), Argentina dikuasai militer dalam lima periode berbeda : 1930 - 32, 1943 - 46, 1955 - 58, 1966 - 73, dan 1976 - 83. Masa ini, diiringi dengan Depresi Besar, Perang Dunia II, dan Perang Dingin, membuat ekonomi Argentina mengalami kemunduran. Junta militer Argentina ingin mengindustrialisasikan negara dan memulai langkah substitusi impor, memproduksi sendiri barang yang selama ini diimpor agar Argentina dapat mencapai swasembada dan membangun dasar industri. Namun, langkah ini menimbulkan masalah baru. Pekerja sektor pertanian berduyun-duyun masuk ke pabrik dan membuat produksi pertanian merosot, ekspor produk pertanian juga merosot. Pencetakan uang secara berlebihan menyebabkan tingkat inflasi meningkat dan mengerus daya beli.
Pada 24 Februari 1946, Juan Peron yang berasal dari kalangan militer namun populis menjadi presiden dan mencetuskan sebuah pemikiran dan gerakan politik yang dikenal sebagai Peronisme. Ia berkuasa untuk masa jabatan pertama hingga 1955 dan bersama istri keduanya, Evita Peron, yang menjadi ibu negara sekaligus menteri, merupakan tokoh yang sangat populer di kalangan rakyat miskin Argentina. Kebijakannya kental dengan nuansa sosialis antara lain jaminan sosial, pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis untuk pekerja, dan tempat tinggal murah untuk masyarakat menengah ke bawah. Namun sayang, ia menjadi otoriter dan akhirnya digulingkan oleh kudeta militer pada 21 September 1955. Ia mengasingkan diri selama 18 tahun.
Peron kembali berkuasa pada 12 Oktober 1973, kali ini bersama istri ketiganya, Isabel Peron. Ia menjabat hingga meninggal pada 1 Juli 1974. Istrinya menggantikannya sebagai presiden hingga digulingkan oleh militer pada 24 Maret 1976. Lalu antara 1976 dan 1983, Argentina kembali diperintah oleh rezim militer pimpinan Jorge Videla (1976 - 81), Roberto Viola (1981), Leopoldo Galtieri (1981 - 82), dan Reynaldo Bignone (1982 - 83). Pada periode ini, Argentina menggelar Piala Dunia 1978, dan memenanginya, dan berkonfrontasi dengan Inggris pada 1982 mengenai kepemilikan Kepulauan Malvinas / Falkland. Argentina kalah.
Selama periode junta militer, terdapat sejumlah orang Argentina yang bermigrasi ke luar negeri, salah satunya ke Australia.

Krisis Ekonomi dan Kedatangan IMF

Junta militer memang sudah berlalu, namun masalah ekonomi yang dimulainya tetap berlangsung. Argentina tersungkur dalam krisis ekonomi yang berulang. Peningkatan belanja negara secara drastis, penurunan pendapatan negara karena turunnya harga komoditas ekspor, kenaikan upah berlebihan, dan produksi yang tak efisien mengakibatkan hiperinflasi yang parah pada 1980-an.
Buruknya ekonomi negara ini tergambar dari situasi mata uangnya. Argentina berganti mata uang empat kali sejak tahun 1970.
1 Januari 1970 : Peso leymenggantikan peso moneda nacional dengan kurs 1 peso ley untuk 100 peso moneda nacional.
1 Juni 1983 : Peso argentino menggantikan peso ley dengan kurs 1 peso argentino untuk 10.000 peso ley.
14 Juni 1985 : Austral menggantikan peso argentino dengan kurs 1 austral untuk 1.000 peso argentino.
1 Januari 1992 : Peso menggantikan austral dengan kurs 1 peso untuk 10.000 austral.
Jika ditotal, mata uang Argentina telah diredenominasi sebesar satu per 10 triliun atau 1 peso Argentina sekarang setara dengan 10 triliun peso moneda nacional. Sebagai perbandingan, rupiah baru diredenominasi satu kali pada 1965 sebesar 1/1.000 dan baru akan diredenominasi kembali juga sebesar 1/1.000 sesuai rencana yang digagas sejak 2010.
Argentina juga memiliki masalah dengan kemampuannya melunasi utang. Antara 1989 dan 1999, Argentina dipimpin oleh seorang Peronis yaitu Carlos Menem. Kemudian, Fernando de la Rua menjabat presiden pada 1999. Selama periode 1990-an, mata uang peso diikat dengan dolar AS (kurs tetap) dan Argentina mendapat utang luar negeri dari kreditor asing dan bantuan manajemen ekonomi dari IMF. Namun, sejak pertengahan 1998, Argentina mulai dilanda resesi ekonomi setelah mulai pulih dari resesi ekonomi sebelumnya sejak tahun 1990.
Jumlah utang luar negeri Argentina meningkat drastis pada 1990-an, dipacu fasilitas kredit berbunga rendah yang dijembatani oleh IMF, dan kemampuan Argentina melunasi utang jatuh tempo diragukan. Peningkatan jumlah utang ini disebabkan karena kebutuhan dolar AS oleh pemerintah Argentina sangat tinggi untuk menjaga kurs tetap antara peso dan dolar AS. Dengan sistem yang telah dijalankan sejak reformasi mata uang terakhir pada 1992, setiap 1 peso yang beredar dijamin oleh 1 dolar AS cadangan devisa di Bank Sentral Argentina. Pada mulanya, kebutuhan dolar ini dipenuhi dari privatisasi perusahaan milik negara dan dana pensiun. Setelah tak ada lagi aset negara yang bisa dijual, pemerintah Argentina harus berutang dalam dolar karena pendapatan dari ekspor produk pertanian tak memadai.
Resesi yang terjadi pada pertengahan 1998 membuat kemampuan pemerintah membayar utang semakin berat. Krisis ekonomi di negara tetangga sekaligus mitra dagang utamanya, Brazil, juga krisis finansial di Asia dan Rusia turut berkontribusi pada pelemahan ekonomi Argentina. Pemerintah Argentina mulai memberlakukan langkah penghematan dengan memotong anggaran belanja sebesar 1,4 miliar dolar AS pada 1999 dan 938 juta dolar AS pada 2000. Penghematan juga dilakukan dengan pemotongan gaji pegawai negeri dan manfaat pensiun. Tingkat pengangguran pada 2000 mencapai 14%. Krisis juga membuat imbal hasil surat utang pemerintah Argentina melonjak, dengan tingkat tertinggi mencapai 42% pada puncak krisis, pertengahan Desember 2001.
Untuk mengamankan nilai kekayaan mereka, rakyat Argentina menarik tabungan dari bank, menukarkan peso ke dolar AS, dan memindahkan dananya ke luar negeri, terutama Uruguay dan Amerika Serikat. Ini pun memaksa pemerintah membekukan seluruh rekening bank lokal selama 12 bulan dan membatasi penarikan uang tunai dari bank sebesar maksimal 250 peso per pekan per rekening untuk mencegah pelarian modal besar-besaran. Di waktu yang bersamaan, IMF juga menolak mencairkan pinjaman 1,3 miliar dolar AS yang seharusnya digunakan untuk membayar utang jatuh tempo karena pemerintah Argentina gagal memenuhi target defisit anggaran yang ditetapkan. Hal ini memicu kemarahan rakyat Argentina yang menggelar protes di jalanan pada pertengahan Desember 2001. Polisi dikerahkan dan berkonfrontasi dengan massa. Kerusuhan pecah dan mencapai puncaknya pada 19 dan 20 Desember 2001. Situasi keamanan yang buruk ditambah fakta bahwa pemerintah Argentina dalam posisi lemah karena parlemen didominasi kelompok Peronis membuat Presiden de la Rua mengundurkan diri pada 20 Desember 2001. Ia digantikan oleh Ramon Puerta, Presiden Senat Argentina dari kelompok Peronis. Selanjutnya, dalam periode 13 hari berikutnya hingga 2 Januari 2002, Argentina kembali berganti presiden sebanyak tiga kali, semuanya juga dari kelompok Peronis, dan gagal membayar utang sebesar 132 miliar dolar AS. Pada awal Januari 2002, kurs tetap ditinggalkan dan kurs peso diambangkan terhadap dolar AS. PDB Argentina terkontraksi 10,8% pada 2002 dengan mata uang terdepresiasi 70%.

Kirchnerisme dan Ancaman Krisis Ekonomi Kembali

Selanjutnya, Argentina menyelenggarakan pemilihan untuk memilih presiden baru pada 2003 dan merestrukturisasi utang dengan menerbitkan surat utang baru. Nestor Kirchner, seorang Peronis, terpilih sebagai presiden. Ia memulai ideologi baru yang merupakan faksi dari Peronisme yaitu Kirchnerisme yang digolongkan sebagai populisme sayap kiri. Pada masa pemerintahannya, ekonomi Argentina pulih dan mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 8-9% per tahun selama empat tahun masa jabatannya, didukung ekspor produk pertanian dan nilai tukar mata uang yang stabil di angka 3 peso per dolar AS. Argentina juga melunasi utangnya ke IMF pada awal Januari 2006. Setelah berkuasa untuk satu periode penuh, ditambah beberapa bulan awal untuk menyelesaikan masa jabatan de la Rua, ia digantikan oleh Christina Fernandez de Kirchner, istrinya sendiri. Populasi Argentina mencapai 40,1 juta jiwa pada tahun 2010.
Ekonomi Argentina memasuki babak baru pada 2011. Nilai tukar peso mulai menembus level 4 peso per dolar AS. Mata uang peso terus terdepresiasi hingga mencapai 8,2 peso per dolar AS pada akhir Juli 2014, saat Argentina kembali mengalami gagal bayar utang ke kreditor asing. Kurs mencapai 17,7 peso per dolar AS pada akhir 2017.
Setelah tujuh tahun depresiasi yang lambat namun terus menerus, mata uang ini terjun bebas pada tahun 2018. Dalam delapan bulan (Januari - Agustus 2018), nilai tukar peso sudah amblas 108% dan mencapai level 33,89 peso per dolar AS pada 30 Agustus 2018, imbas dari penurunan produksi pertanian sebagai komoditas ekspor dan berpindahnya dana investor dari negara berkembang ke Amerika Serikat. Inflasi tahunan mencapai 25% dan suku bunga acuan bank sentral Argentina sudah dinaikkan hingga 60%. Pemerintah Argentina di bawah Presiden Mauricio Macri telah melakukan upaya penghematan anggaran dengan mengurangi jumlah kementerian. Pemerintah Argentina juga sudah mengajukan permintaan bantuan ke IMF sebesar 50 miliar dolar AS. Argentina kembali tersungkur dalam pusaran krisis setelah 16 tahun dan pemerintahan Macri menghadapi tantangan berat menjelang pemilihan presiden tahun 2019.


Demikian thread dari saya kali ini. Kegagalan Argentina dalam hampir 90 tahun terakhir menjadi pelajaran bagi setiap negara bahwa stabilitas politik adalah hal yang sangat penting untuk memacu perkembangan sebuah bangsa. Terima kasih telah membaca dan semoga hari Anda menyenangkan.
Diubah oleh gilbertagung 17-09-2018 00:38
3
22.8K
153
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.