blanccasseAvatar border
TS
blanccasse
SUKA DUKA PUNYA USAHA WARUNG
Suka Duka Punya Usaha Warung

sumber gambar: https://www.gambar.radarnonstop.co/g...-kelontong.jpg

Kaskuser sekalian mungkin pernah membeli sabun atau rokok di warung dekat rumah, yang tentu saja penjualnya juga adalah tetangga sendiri. Kaskuser mungkin memperhatikan betapa enaknya si penjual alias si tetangga itu mendapat uang. Tidak perlu bangun pagi-pagi, tinggal buka pintu rumah sendiri, lalu rebahan di kursi atau tikar, sambil menonton televisi atau bermain smartphone, dan uangpun datang sendiri. Nah, apakah benar seenak itu atau tidak, saya akan menjabarkannya berdasarkan pengalaman dan pemikiran pribadi.

Pertama, pekerjaannya memang santai. Dugaan kaskuser benar. Penjual yang biasanya juga pemilik membuka warung di rumahnya sendiri. Tidak perlu aturan ketat untuk jadwal buka warung, bisa pukul 7 pagi, 8 pagi, atau bahkan sebelumnya. Tetapi juga, pemilik terlambat buka warung setengah jam pun tidak ada yang memarahi, bandingkan dengan pegawai kantor. Penjual juga tidak perlu terjebak kemacetan pagi hari menuju ke tempat kerja karena tempat kerjanya adalah rumahnya sendiri. Sifat yang informal juga merupakan kenikmatan yang ditawarkan. Pemilik bisa duduk di kursi goyang sambil menonton televisi atau tidur di lantai yang dilapisi tikar.

Kedua, konsumennya tetangga sendiri. Kecenderungannya tetangga sendiri membuat laku usaha warung. Kemungkinan ini adalah gabungan dari rasa sungkan ditambah rasa malas berbelanja ke tempat jauh. Sungkan maksudnya begini, bayangkan jika warung depan rumah kaskuser menjual rokok dan kaskuser setiap hari merokok tapi tidak pernah membeli rokok di warung itu, rasanya sungkan pada si tetangga itu bukan? Apalagi jika yang punya warung adalah Pak RT atau Pak RW sendiri. Malas pergi berbelanja ke tempat jauh maksudnya begini, biasanya harga barang di warung lebih mahal daripada di pasar atau di toko besar, tapi kadang ada "biaya" seperti ongkos bensin dan parkir untuk pergi ke pasar atau toko besar, dan malas menunggu antrian kasir. Nah semua ini berarti, sudah ada pelanggan tetap dari pemilik warung, sehingga tidak perlu jungkir balik untuk mendapatkan pembeli. Jika kaskuser membuka warung dan kebetulan punya tetangga cantik (atau tampan jika kaskuser adalah wanita), maka itu adalah poin plus lainnya. Namun jika punya tetangga yang galak, ya sudahlah, semoga cobaannya segera berlalu.

sumber gambar: [url]http://cdn2.tstatic.net/jogja/foto/bank/images/resta-penjaga-warung-mbak-pesek_2401_2_20180124_074502.jpg [/url]

Ketiga, sulit berkembang. Umumnya warung dibatasi oleh faktor geografi, yaitu luasnya rumah yang dijadikan warung, lokasi yang kurang strategis (banyak yang berada di gang sempit atau perkampungan), dan harga yang relatif lebih mahal. Kecuali ada perubahan radikal, maka kemungkinan laba dan omzet warung hanya segitu-segitu saja seumur hidup.

Keempat, utang is everywhere. Karena pembelinya adalah orang yang itu-itu juga dan  tetangga sendiri, maka sikap menyepelekan pun mulai terjadi. Karena sedang terburu-buru, lupa membawa uang, nominal pembelian hanya sedikit, hingga alasan sudah saling kenal, maka utang tanpa surat utang pun bertebaran seperti teror yang menghantui. Masalahnya, mayoritas dari utang tersebut tidak akan pernah lunas.

Kelima, bisa mengambil untung besar karena sifatnya eceran. Biasanya orang membeli barang di warung hanya dalam jumlah sedikit (eceran). Saya tidak pernah melihat orang membeli beras satu truk di warung. Nah, karena dijual dengan harga eceran, maka penjual bisa mengambil untung lebih banyak daripada toko grosir. Meskipun ini adalah pisau bermata dua. Di satu sisi laba per dagangan bisa besar, tapi jumlah pembeliannya lebih sedikit dari toko grosir. Salah satu pekerjaan mudah dan santai yang bisa menghasilkan duit adalah membuka warung.

Keenam, Repot dengan kembalian. Misalnya ada yang membeli rokok satu batang lalu menyodorkan selembar 100 ribuan, maka si penjual harus menyerahkan selembar 50 ribuan, 2 lembar 20 ribuan, selembar 5 ribuan, selembar 2 ribuan, dan sekeping seribuan. Pusing kan? Itu baru 1 pembeli. Jika ada 10 pembeli seperti itu, maka penjualnya akan kembung dengan uang bernominal besar. Jika uang receh sudah habis, maka tinggal 2 pilihan: mengikhlaskannya sebagai utang yang selamanya utang, atau membatalkan transaksi yang mengakibatkan tidak adanya pemasukan.

Ketujuh, pembeli anak kecil menyebalkan. Sering terjadi anak kecil melakukan kecerobohan dengan menyenggol sehingga menumpahkan atau memecahkan barang pajangan. Sering pula uang yang dibawa anak tersebut tidak cukup. Tapi tidak jarang ada anak kecil yang memang bermental pencuri, misalnya dengan mengaku membeli satu namun mengambil dua barang.

Kedelapan, minimarket adalah pesaing besar. Bukan toko grosir yang hanya melayani pembelian partai besar dan letaknya nun jauh di pinggir kota, minimarketlah yang menjadi ancaman. Ini karena barang yang dijual relatif sama (bahkan lebih lengkap), sifatnya yang juga eceran, dan letaknya hanya berseberangan dengan warung yang kita bahas. Juga biasanya kasir minimarket cantik-cantik, hahaha!

sumber gambar: https://cdn-brilio-net.akamaized.net...ret-cantik.jpg

Kesembilan, barang yang dijual kadang berdebu, kumal, apek, dan mendekati masa kadaluarsa. Ini adalah kelemahan telak warung daripada minimarket. Dagangan ditaruh di tempat terbuka, terkena kelembaban udara, manajemen FIFO (first in first out atau barang yang datang lebih dulu dijual lebih dulu juga) yang buruk, barang yang tidak laku namun dipaksakan dijual meski melewati masa kadaluarsa (karena tidak mau merugi).

Kesepuluh, jika ada tetangga lain yang ikut buka warung, maka warung kita akan kehilangan setengah pemasukan. Tapi itu masih tergantung dari beberapa hal. Misalnya jika tetangga kita lebih populer, lebih senior, lebih tampan atau cantik, lebih punya pengaruh (misalnya beliau adalah ketua RT atau RW) maka pembeli akan banyak tersedot ke sana.

Kesebelas, PBB rumah lebih mahal. Tentu saja, mustahil untuk menipu pemerintah, kecuali mereka meremehkan potensi warung sehingga malas memeriksa keakuratan setoran pajaknya. Nah karena rumah dijadikan sebagai tempat usaha, maka perhitungan PBB akan ikut naik (padahal biasanya PBB naik tiap tahunnya).

Keduabelas, repot kulakan ke pasar atau tempat grosir. Kalau yang ini semua pedagang juga mengalami. Maksudnya, inilah kelebihan pegawai kantoran dari usaha warung. Tiap hari atau tiap minggu harus pergi ke pasar atau toko grosir besar untuk berkulakan (berbelanja barang untuk dijual lagi), membawa berkarung-karung barang dengan mobil, sepedamotor, atau becak.

Nah itu tadi suka duka punya usaha warung, khususnya warung sembako yang menjual berbagai barang kebutuhan hidup sehari-hari. Ada enaknya, ada juga tidak enaknya. Apakah kaskuser punya pengalaman yang sama, sebagai pembeli atau penjual? Apakah ada pengalaman lainnya? Silakan sampaikan komentarnya. Sampai jumpa di thread selanjutnya.

Sumber tulisan: pemikiran, pengalaman pribadi, dan hasil obrolan dengan pengusaha warung.


0
4.3K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.