Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

davidp90Avatar border
TS
davidp90
TANPA RASA BAB 13 HURU-HARA
      <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-formatemoticon-Embarrassmentther; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-familyemoticon-Swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
HURU-HARA

            Selama aku tinggal di sini baru kali ini aku mendapati sebuah kejadian heboh yang teramat sangat. Pagi itu aku dikagetkan dengan suara sirine yang terdengar begitu dekat. Rasa panik segera menggerakanku untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Earphone yang sedang kupakai untuk mendengarkan sebuah podcast menghalangi suara keramaian yang sudah beberapa menit yang lalu terjadi. Dibutuhkan fokus yang berbeda mendengarkan sebuah percakapan dibandingkan dengan menyimak sebuah lagu. Aku terperanga mendapati rumah si tua Burhan sudah dilumat api.

            Aku keluar rumah menuju tempat kejadian masih dengan earphone yang masih menyala. Mungkin itu bisa membahasakan kenapa aku baru keluar rumah ketika mobil pemadam kebakaran baru datang. Entah mereka tahu atau tidak dengan alasanku aku rasa juga tidak perlu aku untuk menjelaskannya. Dengan sigap para petugas menjinakkan si jago merah yang mulai liar. Melihat warga yang lainnya sempat membuatku geli sendiri. Hampir semua warga yang berkumpul adalah perempuan. Ini artinya mereka adalah ibu rumah tangga atau pun para assisten rumah tangga yang memang berada di rumah di jam kerja para suami-suami mereka. Bisa kubayangkan bagaimana mereka begitu riuhnya ketika mengetahui ada rumah yang terbakar. Syukurnya dari mereka ada yang berinisiatif memanggil petugas pemadam kebakaran.

            Beberapa saat setelah api dapat dipadamkan datanglah beberapa petugas dari pihak kepolisian. Mereka menanyai para warga untuk mendapatkan keterangan tentang apa yang terjadi berkaitan dengan kebakaran ini. Aku pun tidak luput dari segala pertanyaan-pertanyaan mereka. Aku menjelaskan apa adanya dari dimana dan bagaimana aku saat peristiwa ini terjadi. Sebagai tetangga yang paling dekat dengan rumah kejadian aku juga ditanyai tentang bagaimana si pemilik rumah dan juga hubunganku dengannya beserta pertanyaan-pertanyaan lainnya. Dan yang paling mengejutkan adalah tidak ada satu pun yang mempunyai kontak telepon dari si pemilik rumah. Semua nomor yang tercatat baik itu di keamanan komplek atau pun oleh RT tidak dapat dihubungi. Bahkan informasi sederhana seperti dimana Pak Burhan bekerja pun tidak ada yang tahu pasti.

            Menurut perhitunganku lebih dari 50% total kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran hebat yang di alami oleh rumah yang dimiliki oleh Pak Burhan. Nampak jelas sisa-sisa hasil dari kemarahan si api. Setelah api benar-benar padam para warga membantu tim pemadam dan juga para pihak kepolisian yang mengevakuasi barang-barang yang kiranya masih bisa diselamatkan. Tidak banyak barang-barang yang bisa dikeluarkan. Bukan karena semua termakan api tapi karena memang isian rumah ini hanya  beberapa perabotan inti saja tidak ada barang-barang tambahan lainnya. Tentu saja itu bisa dimengerti mengingat hunian ini hanyalah sebuah rumah singgah saja bagi sang empunya. Yang paling mengejutkan adalah ditemukannya botol-botol bekas minuman dalam jumlah yang cukup banyak. Dan juga ada beberapa barang yang kalau aku simpulkan  pastilah milik teman-teman si tua Burhan ditemukan diberbagai sudut-sudut tempat yang sepertinya memang sudah diniatkan untuk disembunyikan atau juga mungkin karena memang secara tidak sengaja tertinggal. Yang patut disyukuri adalah tidak adanya korban jiwa dalam peristiwa ini dan juga api yang bisa segera dipadamkan sebelum menular kerumah-rumah yang lain. Soal kerugian finansial rasanya aku sangat tidak perlu bersimpati terhadap Pak Burhan.

            Namanya adalah Sucipto. Orang yang biasa dipanggil Massu ini sejatinya pribadi yang periang dan yang paling humoris diantara rekan kerjanya yang lain. Tapi tidak di momen kebakaran rumah di dalam komplek perumahan ini. Wajahnya benar-benar lusuh diselimuti penyesalan dan rasa bersalah. Dia hanya datang beberapa menit saja sebelum aku juga sampai di depan rumah Pak Burhan. Mendengarkan radio yang membuatnya tertidur itulah alasan yang ia sampaikan kenapa ia bisa datang berbarengan dengan  mobil pemadam. Ternyata salah satu penjaga keamanan di komplek ini mengaku sedikit mengantuk karena dimalam sebelumnya dia ada kesibukkan lain yang mengharuskannya untuk begadang. Massu satu-satunya satpam di komplek ini yang mempunyai hobi memancing belut di malam hari.

            Biarpun komplek ini bukanlah perumahan super elit tapi dari pihak agensi melengkapinya dengan sistem penjagaan keamanan demi kenyamanan dan juga keselamatan para penghuninya. Aku tidak terlalu mengerti dan juga tidak mau tahu juga bagaimana penjadwalan para penjaga keamanan. Kadang aku dapati ada dua orang yang berjaga. Di lain hari hanya satu orang yang kujumpai sedang berjaga di pos yang terletak di depan gapura masuk perumahan. Biarlah semua itu menajdi rahasia intelegensi mereka. Menyenangkan rasanya melihat orang-orang yang benar-benar teguh dan serius dalam bidang pekerjaan mereka meski kadang-kadang juga ada terlihat lucunya.

            Peristiwa kebakaran rumah Pak Burhan selanjutnya ditangani oleh pihak yang berwajib dengan menjalin kerja sama dengan sebagian warga. Semoga saja permasalahan ini segera ditemukan jawabannya. Aku sungguh penasaran apa yang menjadi penyebab kebakaran rumah kosong ini.

            Setibanya di rumah aku langsung mengambil sebuah kartu nama. Aku hubungi nomor telephone yang ada di kartu nama tersebut.

            “Selamat pagi.”

            “Selamat pagi.”

            “Apa benar ini dengan nomor Ibu Karina?”

            “Ya saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?”

            Aku kira akan memalui assintenya dulu baru bisa terhubung dengannya. Ternyata nomor ini merupakan saluran pribadinya.

            Aku menjelaskan semua tentang apa yang baru saja terjadi di pagi hari itu. Tapi ternyata jawaban beserta nada suara perempuan itu diluar dugaanku. Benar-benar suatu hal yang hampir tidak dapat kupercaya. Pikirku kejadian semacam ini hanya terjadi di film-film saja.

            “Saya tadi juga ada di sana mas. Mas tidak lihat saya ya? Saya lihat mas lho.”

            Penjelasannya dengan diiringi suara tawa kecil sempat membuatku takut. Tentu saja jika dia memang berada dalam kerumunan orang-orang itu tentunya istri Pak Burhan tidak akan berpakaian semencolok ketika ia datang ke rumahku. Mengetahui ini semua dari sebuah cerita akan terasa biasa-biasa saja. Tapi mengalaminya sendiri benar-benar sesuatu yang tidak mudah untuk dilupakan begitu saja.

***

            Kepulan asap rokok terlihat jelas dibalik jendela depan rumahku. Siapa gerangan yang pagi-pagi begini sudah menungguku. Aku sempat mengintip sebelum membuka pintu rumahku. Pak Burhan sedang larut dalam lamunan berteman cerutu yang ada di tangannya duduk termangu di bangku hijau di teras rumahku.

            “Pak Burhan”, sapaku.

            “Mas”, balasnya.

            “Masuk Pak”, aku mempersilahkannya untuk masuk ke dalam rumah. Ia pun lantas berdiri lalu mengikutiku.

            “Duduk dulu Pak”, aku langsung menuju ke dapur. Rasanya secangkir coklat panas di pagi hari sangatlah sesuai untuk menemani obrolanku kali ini dan juga sangat cocok menjadi pasangan untuk cerutu Pak Burhan.

            Ternayata dugaanku salah. Semula aku mengira si tua Burhan ingin menyampaikan rasa dukanya terkait rumahnya yang di hari sebelumnya baru selesai direnovasi oleh amukan si jago merah. Rupanya perkiraanku meleset karena mimik muka lesu yang ditunjukkan Pak Burhan bukanlah soal kesedihan kehilangan aset harta bendanya.

            “Lain kali aku harus beribu-ribu ekstra hati-hati. Meski bukan nominal yang cukup besar repot juga mengurusnya. Apalagi jika harus melibatkan pihak berwajib dan menjadi sorotan umum bikin malu rasanya”, dengan tenangnya Pak Burhan menyampaikannya.

            “Ini bukan kali pertama Karina bertingkah seperti itu. Aku masih mencari tahu siapa diantara pegawai kami yang menjadi informannya sehingga ia bisa mengetahui gerak-gerikku.”

Pernyataan ini lebih mengejutkanku lagi. Pak Burhan mengkonfirmasi bahwa peristiwa kemarin didalangi oleh istrinya sendiri. Ia juga sempat bercerita bahwa dulu istrinya pernah secara diam-diam menjual mobil kesayangan miliknya hanya lantaran mendengar isu bahwa dirinya sering jalan keluar dengan asissten pribadinya.

            Setelah perbincangan kami selesai Pak Burhan pun pamit untuk segera kembali ke rutinitasnya.

            “Aku pamit mas. Aku berterimakasih sama sampeyang sudah mau menjadi teman saya di sini. Mohon maaf jika kurang berkenan dengan sikapku selama ini. Semoga esok nanti kita masih bisa dipertemukan lagi.”

            Itulah kata-kata perpisahan dari si tua Burhan. Seakan tidak kapok dengan kelakuaannya ia pun berencana untuk mencari hunian baru sebagai sarang rumah kosong. Aku berpikir kedatanganya di pagi itu bukanlah karena ia benar-benar ingin pamit kepadaku tapi karena bangku hijau menjadi spot yang pas untuk merenungkan rencana-rencananya. Jika saja aku tidak membukakan pintu aku yakin si tua Burhan pun tidak akan mengetuknya.

jiyanqAvatar border
jiyanq memberi reputasi
1
286
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.