sumber pixabay

Saya melirik jam dinding manakala mendengar tiang telepon berbunyi satu kali. Mungkin petugas jaga malam setengah mengantuk, menyangka pukul dua belas malam sudah pukul satu dini hari. Atau dia sudah tidak sabar melihat pertarungan antara tim Garuda Muda Versus Taeguk Warrior, sampai harus korupsi waktu. Sama seperti saya yang tidak bisa memejamkan mata akibat terlalu bersemangat menyaksikan laga tersebut. Padahal sudah sejak pukul delapan malam  saya telah berusaha untuk tidur agar saat laga krusial itu saya bisa berpikir terang dan mata nyala. Nyatanya saya malah insomnia dadakan. Hampir seluruh anggota keluarga telah tertidur lelap, sementara saya masih sibuk mempermak remote tv dengan emosi kacau.

Sesaat kemudian saya putuskan menyeret langkah menuju lemari makan. Pilihan pertama saya adalah sebungkus kopi aren. Tapi tidak ingin terjaga sampai pagi, saya akhirnya memilih dua sendok makan susu bubuk, satu sendok teh kunyit bubuk, kemudian menyeduhnya dengan air panas. Saya pun menyeruputnya di ruang tamu. Sekejap lamanya, saya samar melihat lelaki itu berjalan seperti setrika sembari mengoceh tentang buah simalakama. Saya tahu arah ocehannya kepada STY yang di satu sisi harus memenangkan anak asuhnya, sementara dia tidak bisa memungkiri Korsel adalah tanah tumpah darahnya. “Tapi saya yakin dia akan komit dengan isi kontrak.” Lelaki itu tiba-tiba duduk di hadapan saya. “Selamat, harapan saya kalian akan menang. Kau ingat bulan berapa Garuda menggilas Golden Star?”

“Bulan April!”

“Maksud saya bulan hijriah.”

“Ramadhan!”

“Ya, Ramadhan adalah kekuatan kalian karena saat tersebut kalian merdeka! Proklamasi! Dan kau ingat hari apa itu?”

“Pagi Jumat.”

“Kapan pertandingan terlaksana?”

“Dini hari Jumat.”

“Dilaksanakan di stadion Abdullah, kan? Kalian mudah-mudahan menang. Tapi setelah itu cepat dapatkan tanda tangan STY!”

“Kalau ternyata kami kalah?”

“Kalian harus bersyukur karena sudah melangkah sejauh ini.” Tiba-tiba saya mengantuk berat dan tidak ingat apa-apa.